Minggu, 21 Juni 2009

AKUNTANSI

AKUNTANSI

Beberapa orang mengakui bahwa akuntansi adalah bahasa bisnis. Tetapi apa sebenarnya akuntansi itu? Seberapa pentingnya akuntansi terhadap bisnis? Di dalam situs yang singkat ini, kami mencoba untuk mengulas beberapa informasi yang mungkin dapat berguna bagi anda.

Akuntansi sendiri adalah merupakan suatu proses yang mengidentifikasi data keuangan, pencatatan, dan sebagai hasil akhirnya, laporan keuangan. Ada sedikit perbedaan antara akuntansi dan pembukuan. Pembukuan adalah sebenarnya bagian dari akuntansi yaitu proses pencatatannya saja. Sedangkan akuntansi mencakup juga identifikasi dan komunikasi.

Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses akuntansi. Termasuk didalamnya adalah

laporan rugi/laba, laporan perubahan modal, neraca, dan laporan arus kas (lihat contoh). Rugi/laba digunakan untuk memberikan gambaran mengenai kinerja keuangan perusahaan, sedangkan neraca mengidentifikasi posisi keuangan perusahaan. Posisi keuangan dalam hal ini adalah posisi harta, hutang, dan modal. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi kepada pihak-pihak tertentu yang menyangkut posisi, kinerja, dan perubahan posisi keuangan sehingga bermanfaat sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi/bisnis.

Indonesia, seperti banyak negara lain, perekonomiannya didominasi oleh perusahaan menengah dan kecil yang masih belum terlalu menyadari sepenuhnya kegunaan akuntansi. Secara garis besar, sebuah toko dapat menentukan keadaan keuangannya. Jika menguntungkan, stok barang akan bertambah banyak dan sebaliknya. Tetapi jika ada yang bertanya berapa keuntungan sebenarnya, mereka tidak dapat mengetahuinya.

Keadaan seperti ini banyak sekali dijumpai di mana-mana, tidak hanya di Indonesia. Jika
memang ada diterapkan suatu sistem akuntansi, biasanya hanyalah untuk sebuah formalitas.

Sebenarnya, apakah bisnis semacam ini membutuhkan akuntansi? Jawabannya sebenarnya

adalah tidak selalu. Tergantung dari cost dan benefitnya. Secara garis besar, kegunaan akuntansi adalah:


pemilik dapat melihat keuntungan perusahaan secara pasti
pengontrolan biaya yang lebih mudah
pemantauan aset-aset perusahaan
likwiditas dan solvabilitas yang pasti
prediksi keuangan


Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai "bahasa bisnis".[1] Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan. Akuntansi keuangan adalah suatu cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing, satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah suatu proses dimana pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini - yang masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya - mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.

Praktisi akuntansi dikenal sebagai akuntan. Akuntan bersertifikat resmi memiliki gelar tertentu yang berbeda di tiap negara. Contohnya adalah Chartered Accountant (FCA, CA or ACA), Chartered Certified Accountant (ACCA atau FCCA), Management Accountant (ACMA, FCMA atau AICWA), Certified Public Accountant (CPA) dan Certified General Accountant (CGA). Di Indonesia, akuntan publik yang bersertifikat disebut CPA Indonesia (sebelumnya: BAP atau Bersertifikat Akuntan Publik).

Akuntansi disebut sebagai bahasa bisnis karena merupakan suatu alat untuk menyampaikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang memerlukannya. Semakin baik kita mengerti bahasa tersebut, maka semakin baik pula keputusan kita, dan semakin baik kita didalam mengelola keuangan. [2] Untuk menyampaikan informasi-informasi tersebut, maka digunakanlah laporan akuntansi atau yang dikenal sebagai laporan keuangan. Laporan keuangan suatu perusahaan biasanya terdiri atas empat jenis laporan, yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan arus kas.[3]

* Neraca, adalah daftar yang sistematis dari aktiva, utang dan modal pada tanggal tertentu, yang biasanya dibuat pada akhir tahun. Disebut sebagai daftar yang sistematis, karena neraca disusun berdasarkan urutan tertentu. Dalam neraca dapat diketahui berapa jumlah kekayaan perusahaan, kemampuan perusahaan membayar kewajiban serta kemampuan perusahaan memperoleh tambahan pinjaman dari pihak luar. Selain itu juga dapat diperoleh informasi tentang jumlah utang perusahaan kepada kreditur dan jumlah investasi pemilik yang ada didalam perusahaan tersebut.
* Laporan laba rugi, adalah ikhtisar mengenai pendapatan dan beban suatu perusahaan untuk periode tertentu, sehingga dapat diketahu laba yang diperoleh dan rugi yang dialami.
* Laporan perubahan modal, adalah laporan yang menunjukkan perubahan modal untuk periode tertentu, mungkin satu bulan atau satu tahun. Melalui laporan perubahan modal dapat diketahui sebab-sebab perubahan modal selama periode tertentu.
* Laporan arus kas, dengan adanya laporan ini pemakai laporan keuangan dapat mengevaluasi perubahan aktiva bersih perusahaan, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan perusahaan didalam menghasilkan kas dimasa mendatang.

Mengerjakan Prosedur Akuntansi Persediaan

Mengerjakan Prosedur Akuntansi Persediaan
Penyusun Dian Anita Nuswantara
Editor Suwarno Hari Purnomo

BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2003






B. Uraian Materi 1
Istilah persediaan dalam akuntansi ditujukan untuk menyatakan suatu jumlah aktiva berwujud (tangible assets) yang memenuhi kriteria (PSAK: Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia No. 14) yang menyatakan bahwa persediaan adalah aktiva: a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. b) dalam proses produksi dan atau perjalanan atau c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam
proses produksi atau pemberian jasa.
KLASIFIKASI PERSEDIAAN
Berdasarkan kriteria di atas, persediaan mencakup unsur-unsur sebagai berikut: a) Barang dagangan yaitu barang yang dibeli oleh perusahaan dari pihak lain
dalam kondisi sudah siap untuk dijual tanpa melakukan pemrosesan lebih lanjut. Misalnya persediaan pedagang mobil akan terdiri dari mobil,
persediaan toko bahan makanan akan terdiri dari sayur, daging, makanan/minuman dalam kaleng, bahan roti dan kue, dan lain-lain.
b) Bahan baku adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan dalam keadaan harus dikembangkan/diproses lebih lanjut yang akan menjadi bagain utama dari barang jadi. Misalnya untuk memproduksi sepeda maka bahan baku yang dibutuhkan adalah pipa baja.
c) Bahan pembantu adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan dalam rangka mendukung proses produksi sampai menjadi barang jadi. Misalnya aksesoris perlengkapan sepeda merupakan bahan pembantu bagi pembuatan sepeda.
d) Barang dalam proses adalah bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi tetapi belum selesai diolah, sehingga baru menyerap sebagian biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Barang dalam proses dapat dilihat ketika anda berkunjung ke sebuah pabrik yang sedang dalam proses produksi, misalnya pipa baja yang sedang diproses dengan mesin agar menjadi bentuk yang diharapkan.
e) Barang jadi adalah produk selesai yang dihasilkan dari suatu pengolahan produk dan telah menyerap biaya bahan, biaya tenaga kerja serta biaya overhead pabrik secara tuntas. Misalnya penyelesaian akhir dari sebuah sepeda sehingga menjadi sepeda yang siap untuk dijual.


PENGENDALIAN INTERNAL PERSEDIAAN
Pengendaian internal atas persediaan merupakan hal yang penting,
terutama bagi perusahaan dagang karena nilainya sangat material. Oleh
karena itu umumnya perusahaan menerapkan pengendalian internal atas
persediaan sebagai berikut:
a) Perhitungan fisik persediaan dilakukan paling tidak satu tahun sekali, apapun sistem pencatatan persediaan yang digunakan.
b) Membuat prosedur pembelian, penerimaan, dan pengiriman yang seefektif mungkin. c) Menyimpan persediaan dengan baik, untuk menghindarkan persediaan dari pencurian, kerusakan atau penyusutan nilai persediaan. d) Membatasi akses persediaan pada orang yang tidak mempunyai akses pada pencatatan persediaan. e) Menggunakan sistem perpetual untuk persediaan yang mempunyai nilai
tinggi. f) Membeli persediaan dalam jumlah ekonomis. g) Menyimpan persediaan dalam jumlah yang memadai sehingga
menghindari terjadi kekurangan persediaan yang menyebabkan hilangnya penjualan namun juga tidak menyimpan persediaan terlalu banyak sehingga menimbun dana pada persediaan.
Penghitungan fisik setidaknya setiap tahun harus dilakukan karena kita akan dapat mengetahui secara pasti jumlah persediaan yang masih ada di tangan. Hal ini perlu karena sistem akuntansi yang baik pun masih mungkin terjadi kesalahan, misalnya karena ketidaksengajaan terjadi kesalahan pencatatan. Oleh karena itu penghitungan fisik persediaan dimaksudkan untuk mengoreksi kesalahan tersebut. Jika terjadi kesalahan pencatatan maka akan dibuat penyesuaian sehingga pada akhirnya saldo persediaan menurut pencatatan akan sama dengan perhitungan fisik.
Pemisahan antara pegawai yang menangani persediaan dari catatan akuntansi merupakan hal yang penting, karena petugas yang mempunyai akses pada persediaan dan juga akuntansinya akan dapat mencuri barang dari gudang dan mengubah catatan akuntansinya untuk menutupi kecurangannya.
Sistem persediaan yang terkomputerisasi dapat membantu perusahaan menjaga jumlah persediaan sehingga tidak kekurangan dan tidak pula terlalu banyak.
Kepemilikan Persediaan
Suatu barang dikatakan sebagai persediaan jika barang tersebut benar­benar dimiliki oleh perusahaan tanpa memandang lokasi persediaan tersebut. Agar dapat disusun laporan keuangan secara wajar, maka harus ditentukan apakah suatu elemen persediaan sudah secara sah menjadi hak milik perusahaan. Masalah yang mungkin terjadi pada akhir periode dalam rangka menentukan status kepemilikan persediaan, yakni antara lain:

a) Barang dalam perjalanan (Goods in transit)
Masalah yang timbul apabila barang masih dalam perjalanan adalah sulitnya menentukan apakah barang tersebut masih menjadi hak milik penjual atau sudah menjadi hak milik pembeli. Untuk mengatasi hal ini, maka dua syarat penyerahan barang digunakan sebagai dasar penentuan, yaitu FOB Shipping Point atau FOB Destination. FOB Destination Point, artinya biaya angkut barang dimulai dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak penjual. Ini berarti bahwa barang-barang dalam perjalanan masih merupakan hak milik penjual. FOB Shipping Point, artinya biaya angkut barang dimulai dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak pembeli, ini berarti pembeli adalah pemilik dari barang-barang yang masih dalam perjalanan. Oleh karena itu dalam menentukan saldo persediaan untuk satu periode perusahaan harus mencatat jumlah barang dagangan dalam perjalanan.

b) Barang Konsinyasi
Perjanjian konsinyasi mengijinkan suatu perusahaan lain untuk menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus membeli persediaan tersebut. Dengan perjanjian ini, pemasok memberikan persediaan untuk dijual kembali dengan menahan kepemilikan persediaan sampai terjualnya persediaan tersebut. Barang-barang konsinyasi masih tetap dilaporkan sebagai bagian dari persediaan pemiliknya sampai barang tersebut dijual kepada pihak ketiga. Barang­barang ini dilaporkan sebesar harga perolehannya (cost) di tambah biaya­biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan barang tersebut dari gudang pemilik ke gudang perusahaan yang menjualkannya.
Kepemilikan Persediaan
Sebagai pedoman umum, barang yang masuk sebagai persediaan adalah barang yang benar-benar dimiliki oleh perusahaan tanpa memandang lokasi persediaan tersebut. Agar dapat disusun laporan keuangan secara wajar, maka harus ditentukan apakah suatu elemen persediaan sudah secara sah menjadi hak milik perusahaan. Masalah yang mungkin terjadi pada akhir periode dalam rangka menentukan status kepemilikan persediaan, yakni antara lain:

a. Barang dalam perjalanan (Goods in transit)
Masalah yang timbul apabila barang masih dalam perjalanan adalah sulitnya menentukan apakah barang tersebut masih menjadi hak milik penjual atau sudah menjadi hak milik pembeli. Untuk mengatasi hal ini, maka dua syarat penyerahan barang digunakan sebagai dasar penentuan, yaitu FOB Shipping Point atau FOB Destination. FOB Destination Point, artinya biaya angkut barang dimulai dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak penjual. Ini berarti bahwa barang-barang dalam perjalanan masih merupakan hak milik penjual. FOB Shipping Point, artinya biaya angkut barang dimulai dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak pembeli, ini berarti pembeli adalah pemilik dari barang-barang yang masih dalam perjalanan. Oleh karena itu, dalam menentukan saldo persediaan untuk satu periode perusahaan harus mencatat jumlah barang dagangan dalam perjalanan.

b. Barang Konsinyasi
Perjanjian konsinyasi mengijinkan suatu perusahaan lain untuk menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus membeli persediaan tersebut. Dengan perjanjian ini, pemasok memberikan persediaan untuk dijual kembali dengan menahan kepemilikan persediaan sampai terjualnya persediaan tersebut. Barang­barang konsinyasi masih tetap dilaporkan sebagai bagian dari persediaan pemiliknya sampai barang tersebut dijual kepada pihak ketiga. Barang­barang ini dilaporkan sebesar harga perolehannya (cost) di tambah biaya­biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan barang tersebut dari gudang pemilik ke gudang perusahaan yang menjualkannya.


MENENTUKAN BIAYA PERSEDIAAN
Persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan tergantung dari jenis usahanya. Misalnya suatu perusahaan dagang hanya memiliki satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagangan, sedang perusahaan industri akan memiliki lebih dari satu jenis persediaan. Oleh karena itu adalah penting untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan harga perolehan persediaan atau biaya persediaan. Menurut PSAK no 14 biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition). Sedangkan biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak) dan biaya pengangkutan, penanganan dan biaya lainya secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa di kurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
Dalam hal persediaan adalah bahan baku atau barang yang diperoleh untuk dijual kembali maka biaya termasuk didalamnya adalah harga pembelian, biaya angkut, biaya asuransi, pajak dan biaya penyimpanan. Dalam hal persediaan adalah barang dalam proses maka biaya terdiri dari bahan baku, tenaga kerja produksi dan sebagian overhead pabrik yang diharuskan untuk menjaga pabrik tetap berjalan. Dalam hal persediaan adalah barang jadi maka biaya terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead yang digunakan dalam proses produksi barang tersebut.
Harga Pokok Penjualan
Tujuan pokok akuntansi persediaan adalah menetapkan secara layak hasil usaha selama satu periode dengan mengaitkan pendapatan terhadap biaya untuk memperoleh dan mempertahankan penghasilan tersebut. Dalam akuntansi persediaan harus ditentukan apakah suatu persediaan merupakan beban atau merupakan aktiva. Jika persediaan telah terjual maka persediaan tersebut akan dilaporkan sebagai beban atau merupakan komponen dari harga pokok penjualan, sebaliknya jika persediaan tersebut masih merupakan milik perusahaan (belum terjual) maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar perusahaan.
Menurut PSAK no 14, jika barang dalam persediaan di jual, maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Proses pengakuan nilai tercatat persediaan yang telah dijual sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban dengan pendapatan.
Oleh karena itu dalam menentukan besarnya laba harus dihitung terlebih dahulu besarnya harga pokok penjualan. Persediaan yang dibeli atau dibuat selama suatu periode ditambahkan ke persediaan awal dan jumlah biaya persediaan ini disebut dengan harga pokok barang tersedia untuk dijual. Pada akhir periode akuntansi, jumlah biaya yang tersedia untuk dijual dialokasikan antara persediaan yang masih tersisa (dicatat di neraca sebagai aktiva) dan persediaan yang dijual selama periode (dilaporkan dalam laba rugi sebagai biaya, harga pokok penjualan). Secara ringkas dapat kita ilustrasikan sebagai berikut:


Dalam menentukan harga perolehan dan harga pokok persediaan akan dipengaruhi oleh sistem pencatatan dan system penilaian persediaan yang digunakan oleh perusahaan.

C. Rangkuman Materi 1
Persediaan merupakan aktiva lancar perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, masih dalam proses produksi untuk diselesaikan dan atau dalam perjalanan, serta dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Persediaan dapat dikelompokkan sebagai persediaan barang dagangan persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Dalam menentukan status kepemilikan harus memperhatikan syarat pengiriman barang, apakah FOB Shipping Point ataukah FOB Destination.
Dalam menentukan laba/rugi perusahaan terlebih dahulu ditentukan harga pokok penjualan yang terdiri atas persediaan awal ditambah pembelian
dikurangi retur dan potongan pembelian, kemudian dikurangi dengan persediaan akhir, dimana proses perhitungan ini akan dipengaruhi oleh metode pencatatan dan penilaian persediaan.

Dalam menentukan harga perolehan dan harga pokok persediaan akan dipengaruhi oleh sistem pencatatan dan system penilaian persediaan yang digunakan oleh perusahaan.

C. Rangkuman Materi 1
Persediaan merupakan aktiva lancar perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, masih dalam proses produksi untuk diselesaikan dan atau dalam perjalanan, serta dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Persediaan dapat dikelompokkan sebagai persediaan barang dagangan persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Dalam menentukan status kepemilikan harus memperhatikan syarat pengiriman barang, apakah FOB Shipping Point ataukah FOB Destination.
Dalam menentukan laba/rugi perusahaan terlebih dahulu ditentukan harga pokok penjualan yang terdiri atas persediaan awal ditambah pembelian
dikurangi retur dan potongan pembelian, kemudian dikurangi dengan persediaan akhir, dimana proses perhitungan ini akan dipengaruhi oleh metode pencatatan dan penilaian persediaan.

SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN
Untuk dapat menetapkan nilai persediaan pada akhir periode dan menetapkan biaya persediaan selama satu periode, sistem persediaan yang digunakan adalah:
1.1. Sistem Periodik (physical), yaitu pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara phisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir. Perhitungan tersebut meliputi pengukuran dan penimbangan barang­barang yang ada pada akhir suatu periode untuk kemudian dikalikan dengan suatu tingkat harga/biaya. Perusahaan yang menerapkan sistem periodik umumnya memiliki karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil. Sebagai ilustrasi adalah kios majalah di sebuah pusat perkantoran dan pertokoan yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris handphone, dan gantungan kunci. Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif kecil sehingga tidaklah efisien jika harus mencatat setiap transaksi yang nilainya kecil namun frekuensi transaksi tinggi. Meskipun demikian sebenarnya pada saat ini alasan tersebut dapat diabaikan dengan adanya teknologi komputer yang meMudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi, misalnya seperti di toko retail.
2.2. Sistem Permanen (Perpetual), yaitu melakukan pembukuan atas persediaan secara terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi persediaan baik pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali digunakan dalam hal persediaan memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengatur pemesanan kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu. Misalnya persediaan alat rumah tangga elektronik (mesin cuci, kulkas, microwave)

Perbedaan penggunaan kedua metode adalah pada akun yang digunakan untuk mencatat pembelian persediaan. Pada system pencatatan periodik pembelian persediaan dicatat dengan mendebit akun pembelian sehingga pada kahir periode akan dilakukan penyesuaian untuk mencatat harga pokok barang yang dijual dan melaporkan nilai persediaan pada akhir periode. Contoh, pembelian secara tunai selama tahun 2003 senilai Rp1.000.000,00. Persediaan akhir periode 2002 adalah Rp250.000,00. Perhitungan fisik menunjukkan saldo persediaan pada akhir 2003 adalah Rp300.000,00. Maka jurnal yang dibuat sbb:
Pembelian
1.000.000


Kas


1.000.000
(mencatat pembelian persediaan selama tahun2002)

Jurnal penyesuaian yang dibuat:

Harga pokok persediaan yang dijual
250.000


Persediaan (awal)


250.000
(menyesuaikan persediaan awal periode)

Harga pokok persediaan yang dijual
1.000.000


Pembelian


1.000.000
(menyesuaikan pembelian persediaan terhadap harga pokok)

Persediaan (akhir) Harga pokok persediaan yang dijual
300.000

300.000
(menyesuaikan persediaan akhir periode)


Apabila perusahaan menggunakan system perpertual maka tidak diperlukan jurnal penyesuain seperti di atas karena pembelian dan penjualan langsung dicatat ke akun persediaan sehingga harga pokok persediaan yang dijual maupun nilai persediaan akhir sudah tercermin dalam buku besar.
Persediaan
1.000.000

Kas

1.000.000
(mencatat pembelian persediaan selama tahun 2002)

Harga pokok persediaan yang dijual
950.000

Persediaan

950.000
(mencatat harga pokok barang yang dijual)*


* perhitungan harga pokok barang yang dijual = 250.000+1.000.000-300.000

PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN (SISTEM PERIODIK)
Dalam penentuan nilai persediaan dapat digunakan beberapa metode, yaitu:
1. Metode Harga Pokok Spesifik Metode ini digunakan untuk persediaan yang dapat diidentifikasikan secara individu dan dapat ditentukan asal pembeliannya serta harga pokoknya sesuai dengan harga beli yang sesungguhnya. Metode ini seringkali digunakan oleh perusahaan yang menjual barang dengan harga mahal dan setiap barang memiliki identitas, seperti mobil.
Ilustrasi 1: Menentukan nilai persediaan dengan metode harga pokok spesifik.

1) Jurnal untuk mencatat pembelian: Pembelian (Mobil A) Rp 40.000,00 Pembelian (Mobil B) Rp 50.000,00 Pembelian (Mobil C) Rp 180.000,00 Kas ( Hutang) Rp 270.000,00
2) Jurnal untuk mencatat penjualan: Kas ( Piutang ) Rp 45.000,00 Penjualan Rp 45.000,00
3) Menentukan persediaan akhir: Mobil yang belum terjual adalah mobil B dan Mobil C yang nilai belinya adalah:
Rp. 50.000,00 + Rp. 180.000,00 = Rp. 230.000,00 4) Melaporan Persediaan dalam neraca akhir:

2. Metode First In First Out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) Di dalam metode ini biaya persediaan yang paling awal yang ada terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Dengan demikian barang yang ada dalam persediaan dianggap berasal dari pembelian­pembelian sebelumnya dianggap telah dijual atau dikeluarkan.
Ilustrasi 2: Menentukan nilai persediaan dengan metode FIFO/MPKP. Transaksi perdagangan PT. TOTO, Jakarta dalam bulan Januari 2002:
01/1 Saldo
10 unit @ Rp 10.000,00
10/1 Pembelian
25 unit @ Rp 20.000,00
20/1 Pembelian
5 unit @ Rp 30.000,00
Total
40 unit
25/1 Penjualan
30 unit

31/1 Sisa di gudang 10 unit (dihitung secara fisik di gudang).
Harga Pokok Penjualan untuk 30 unit yang terjual adalah: 10 unit @ Rp. 10.000,00 + 20 unit @ Rp. 20.000,00

3. Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) Metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Jadi metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO.
Ilustrasi 3: Menentukan nilai persediaan dengan metode LIFO/MTKP. Transaksi perdagangan PT. TATA, Jakarta dalam bulan Januari 2002:
01/1 Saldo
10 unit @ Rp 10.000,00
10/1 Pembelian
25 unit @ Rp 20.000,00
20/1 Pembelian
5 unit @ Rp 30.000,00
Total
40 unit
25/1 Penjualan
30 unit

31/1 Sisa di gudang 10 unit (dihitung secara fisik di gudang)
Harga Pokok Penjualan untuk 30 unit yang terjual adalah:

5 unit @ Rp. 30.000,00 + 25 unit @ Rp. 20.000,00 Maka nilai persediaan atas dasar metode LIFO adalah: 10 unit @ Rp. 10.000,00 = Rp. 100.000,00
4. Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang Dalam metode rata-rata tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual total kuantitasnya, atau dengan rumus:

Ilustrasi 4: Menentukan nilai persediaan dengan metode Rata-rata Tertimbang. Transaksi perdagangan PT. BABBU, Jakarta bulan Januari 2000:
01/1 Saldo
10 unit @ Rp 10.000,00
= Rp. 100.000,00
10/1 Pembelian
25 unit @ Rp 20.000,00
= Rp. 500.000,00
20/1 Pembelian
5 unit @ Rp 30.000,00
= Rp. 150.000,00
Total
40 unit
= Rp. 750.000,00

Harga Rata-rata Tertimbang = Rp. 750.000,00 = Rp. 18.750,00 40 25/1 Penjualan 30 unit @ Rp. 18.750,00 31/1 Sisa di gudang 10 unit (dihitung secara phisik di gudang) Maka nilai persediaan atas dasar metode Rata-rata Tertimbang adalah: 10 unit @ Rp. 18.750,00 = Rp. 187.500,00 Pengaruh metode FIFO, LIFO, Rata-rata Tertimbang terhadap laba. Misalnya, penjualan 30 unit @ Rp. 40.000,-maka dapat dibuat perbandingan berikut di bawah:
Keterangan
FIFO
LIFO
Rerata Tertimbang
Penjualan 30 unit
Rp 1.200.000,00
Rp 1.200.000,00
Rp 1.200.000,00
@ Rp 40.000 per



unit



HP barang yang dapat dijual
Rp 750.000,00
Rp 750.000,00
Rp 750.000,00
Persediaan akhir 10 unit
Rp 250.000,00
Rp 100.000,00
Rp 187.500,00
Harga penjualan
Rp 500.000,00
Rp 650.000,00
Rp 562.500,00
Laba kotor
Rp 700.000,00
Rp 550.000,00
Rp 637.500,00
Ringkasan pengaruh ke tiga metode
Perpersediaan akhir tertinggi HPP terendah.
- Persediaan akhir terendah - HPP tertinggi
Hasil berada diantara hasil FIFO dan LIFO

Laba Kotor
- Laba kotor



terendah


Untuk keperluan pembukuan perusahaan, pemilihan antara metode FIFO, LIFO dan Rata-rata tertimbang tergantung pada kebijakan manajemen. Peraturan perpajakan di Indonesia hanya membolehkan metode FIFO atau rata-rata tertimbang.
C. Rangkuman Materi 2
Pencatatan persediaan dapat dilakukan dengan system periodic dan perpetual. Perbedaan kedua system adalah pada system periodic pencatatan dilakukan pada akhir periode sedangkan pada sistem perpetual pencatatan dilakukan setiap saat terjadinya transaksi.
Dalam penentuan nilai persediaan dapat digunakan beberapa metode, yaitu Metode Harga Pokok Spesifik, Masuk Pertama Keluar Pertama, Masuk Terakhir Keluar Pertama, Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang, Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang, dan Metode Taksiran.

PENENTUAN KUANTITAS PERSEDIAAN SISTEM PERPETUAL
Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang yang ada di gudang. Persediaan barang pada setiap saat bisa diketahui dari pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga pokoknya.
Sistem perpetual memiliki karakteristik: �Mencatat setiap mutasi. �Akun persediaan menunjukkan nilai persediaan setiap saat. �Memberikan tingkat kontrol yang akurat. �Setiap transaksi penjualan barang, harga pokok barang yang di jual
dihitung dan dicatat pada debet akun “Harga Pokok Penjualan”. �Untuk perusahaan yang memiliki nilai persediaan yang tinggi.

PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN (SISTEM PERPETUAL)
Dalam sistem perpetual, untuk mencatat setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan digunakan kartu persediaan. Dengan kartu ini maka dapat diketahui nilai dan kuantitas setiap jenis persediaan yang dimiliki perusahaan.
Contoh Penggunaan Kartu Persediaan:
KARTU PERSEDIAAN
Nama Perusahaan
: PD TATA
No. Kode Barang
:
Nama Barang
:
No. Kode rek
:
Lokasi
:
Metode
: MPKP





Tanggal

Pembelian

Penjualan

Saldo

19X8
Unit
Harga perunit
Total
Unit
Harga perunit
Total
Unit
Harga perunit

Total
Maret
1
-
-
-
-
-
-
14
Rp 300

Rp 4.200

5
-
-
-
4
Rp 300
Rp 1.200
10
Rp 300

Rp 3.200


-
-
-
9
Rp 300
Rp 2.700
1
Rp 300

Rp 300

7
5
Rp320
Rp1.600
-
-
-
1
Rp 300

Rp 300








5
Rp 320

Rp 1.600

2 1
7

Rp2.310
-
-
-
1
Rp 300

Rp 300


-
-
-
-
-
-
5
Rp 320

Rp 1.600


-
-
-
-
-
-
7
Rp 330

Rp2.310

3 0
-
-
-
1
Rp 300
Rp 300
1
Rp 320

Rp 320





4
Rp 320
Rp1.280
7
Rp 330

Rp2.310
Total

12
-
Rp3.910
18
-
Rp5.480
8
-

Rp2.630

Dalam sistem perpetual, setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan, langsung dicatat ke dalam akun persediaan sebesar harga pokoknya.
Contoh:
1. Transaksi yang terjadi pada PT TATA selama bulan maret 2003 adalah sebagai berikut: Persediaan Rp 51.000.000,00 Pembelian kredit (setelah dikurangi potongan dan retur pembelian) Rp 300.000.000,00 Penjualan kredit
(setelah dikurangi potongan dan retur penjualan) Rp 450.000.000,00 Harga pokok penjualan…………………………………….. Rp 289.000.000,00
Ayat Jurnal:
1.1. Mencatat pembelian secara kredit: Persediaan Rp 300.000.000,00 Hutang Dagang Rp 300.000.000,00
2.2. Mencatat penjualan secara kredit: Piutang Dagang Rp 450.000.000,00 Penjualan Rp 450.000.000,00
3.3. Mencatat penjualan harga pokok barang yangdijual:

Harga pokok penjualan
Rp 289.000.000,00
Persediaan
Rp. 289.000.000,00
4. Pelaporan:




Seperti halnya dalam sistem periodik, dalam sistem perpetual penentuan nilai persediaan didasarkan pada metode harga pokok spesifik, MPKP, MTKP dan rata-rata tertimbang. Contoh penerapan dalam sistem perpetual adalah sebagai berikut:
Ilustrasi 1: Menentukan nilai persediaan dengan metode harga pokok spesifik.

1) Jurnal untuk mencatat pembelian:

Persediaan (Mobil A)
Rp 40.000,00
Persediaan (Mobil B)
Rp 50.000,00
Persediaan (Mobil C)
Rp 180.000,00
Kas (Hutang)
Rp 270.000,00
2) Jurnal untuk mencatat penjualan:

Kas (Piutang)
Rp 45.000,00
Penjualan
Rp 45.000,00
Harga Pokok Penjualan
Rp 40.000,00
Persediaan
Rp 40.000,00
Persediaan
Harga Pokok Penjualan

&
0
2)
40.000
3)
40.000
1)
270.000
&
230.000



270.000

270.000


&
230.000





Ilustrasi 2: Menentukan nilai persediaan dengan metode FIFO/MPKP.
Dalam pencatatan dengan metode Perpektual, setiap transaksi penjualan barang, harga pokok barang yang dijual harus dihitung dan dicatat debet pada akuntansi ”HARGA POKOK PENJUALAN”. Misalnya data persediaan barang PD. MEKAR ABADI selama bulan Mei 2002 melakukan transaksi bisnis sebagai berikut:
Mei 01
Persediaan awal
300 unit @ Rp 40.000,00
5
Pembelian
500 unit @ Rp 41.000,00
10
Penjualan
600 unit @ Rp 50.000,00
17
Pembelian
200 unit @ Rp 42.000,00
22
Pembelian
350 unit @ Rp 42.000,00
28
Penjualan
500 unit @ Rp 52.000,00
30
Pembelian
300 unit @ Rp 43.000,00

Menurut metode Masuk Pertama Keluar Pertama (First In First Out) harga barang yang dijual dihitung sbb:
Harga Pokok Barang yang dijual tanggal 10 Mei, sebanak 600 unit terdiri dari atas: 300 unit dari persediaan awal. Harga Pokok Barang tsb 300 x Rp 40.000,00 = Rp 12.000.000,00
Kekurangannya sebanyak 80 unit, diambil
dari barang yang dibeli 5 Mei.
Harga Pokok Barang tsb. 300 x Rp 41.000,00 = Rp 12.300.000,00 (+)
Jumlah = Rp 24.300.000,00.
Harga Pokok Barang yang dijual tanggal 28 Mei, sebanyak 500 unit terdiri atas: 200 unit dari sisa pembelian tanggal 5 Mei Harga Pokok Barang tsb. 200 x Rp 42.000,00 = Rp 8.200.000,00 Kekurangan diambil dari yang dibeli tanggal 17 Harga Pokok Barang tsb. . 200 x Rp 42.000,00 = Rp 8.200.000,00 100 unit diambil dari yang dibeli tanggal 22 Harga Pokok Barang tsb. 100 x Rp 42.000,00 = Rp 4.250.000,00 (+) Jumlah = Rp 20.850.000,00
Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah harga pokok barang dijual pada bulan Mei 2000 adalah: Rp 24.300.000,00 + Rp 20.850.000,00
= Rp 45.150.000,00
Mutasi barang ini akan tampak dalam kartu persediaan sebagai berikut:
PD . MEKAR ABADI Barang: -­

Satuan: Unit Metode: MPKP

KARTU PERSEDIAAN

Tanggal
DITERIMA
DIKELUARKAN

SALDO

Unit
Harga
Jumlah
Unit
Harga
Jumlah
Unit

Harga
Jumlah


(Rp)
(Rp)

(Rp)
(Rp)


(Rp)
(Rp)
2000










Mei 1






300

40.000
12.000.000
5
500
41.00
20.000.000



300 500

40.000 41.000
12.000.000 20.500.000
10



300 300
41.000 40.000
12.000.000 12.300.000
200

41.000
8.200.000
17
200
42.000
8.400.000



200 200

41.000 42.000
8.200.000 8.400.000
22
350
42.500
14.875.00



200

41.000
8.200.000







200

42.000
8.400.000







350

42.500
14.875.000
28



200
41.000
8.200.000








200
42.000
8.400.000








100
42.500
4.250.000
250

42.500
10.625.000
30
300
43.000
12.900.000



250 300

42.500 43.000
10.625.000 12.900.000
Mei 31 Jumlah
1.350

56.675.000
1100

45.150.000
550


23.525.000

Menurut metode MPKP dan metode perpektual, dalam kartu persediaan tampak harga pokok penjualan pada bulan Mei 2002 Rp 45.150.000,00. Sementara persediaan pada 31 Mei berjumlah Rp 23.525.000,00 yang terdiri atas 250 unit @ Rp 42.500,00 dan 300 unit @ Rp 43.000,00.
Ilustrasi 3: Menentukan nilai persediaan dengan metode LIFO/MTKP.
Masih terkait dengan contoh data persediaan barang PD. REZEKI ABADI selama bulan Mei 2000, maka dengan metode ini Harga Pokok barang yang dijual dihitung sebagai berikut:
Harga pokok barang yang dijual pada tanggal 10 sebanyak 600 unit terdiri atas:
500 unit dari pembelian tanggal 5 500 x Rp 41.000,00 Rp 20.500.000,00 kekurangannya diambil dari persediaan 100 x Rp 40.000,00 Rp 4.000.000,00 Jumlah Rp 24.500.000,00
Harga pokok barang yang dijual pada tanggal 28 Mei sebanyak 500 unit terdiri atas:
 350 unit yang dibeli tanggal 22 350 x Rp 42.000,00 Rp 14.875.000,00
 kekurangannya diambil dari pem­beli tanggal 17: 150 x Rp 42.000,00 Rp 6.300.000,00
Jumlah Rp 21.175.000,00
Mutasi barang ini tampak dalam kartu persediaan sebagai berikut:

Barang: -­

PD . MEKAR ABADI
Satuan: Unit


Metode: MTKP

KARTU PERSEDIAAN


Tanggal
DITERIMA
DIKELUARKAN
SALDO


Unit
Harga
Jumlah
Unit
Harga
Jumlah
Unit
Harga

Jumlah


(Rp)
(Rp)

(Rp)
(Rp)

(Rp)

(Rp)
2002










Mei 1






300
40.000

12.000.000
5
500
41.00
20.000.000



300 500
40.000 41.000

12.000.000 20.500.000
10



500
41.000
20.500.000
200
40.000












12.000.000




100
40.000
4.000.000
200
41.000

8.200.000
17
200
42.000
8.400.000



200 200
41.00042.000

8.200.000 8.400.000
22
350
42.500
14.875.00



200
41.000

8.200.000







200
42.000

8.400.000







350
42.500












14.875.000
28



350
41.000
8.200.000
200
40.000

8.000.000




150
42.000
63.000.000
50
42.000

2.100.000
30
300
43.000
12.900.000



250
40.500









50
42.000

8.000.000







300
43.000












2.000.000










12.900.000
Mei 31 Jumlah
1.350

56.675.000
1100

45.150.000
550


23.525.000

Ilustrasi 4: Menentukan nilai persediaan dengan metode Rata-rata Bergerak.
Masih terkait dengan contoh data persediaan barang PD. MEKAR ABADI selama bulan Mei 2002, maka dengan metode ini harga beli rata rata persatauan akan berubah setiap terjadi transaksi pembelian barang. Harga
SMK Bidang Bisnis dan Manajemen_PK Akuntansi
rata-rata persatauan barang yang dijual adalah harga rata rata persatuan yang berlaku pada saat terjadi transaksi penjualan. Dari data contoh di atas, harga pokok yang dijual pada tanggal 10 Mei 2002, sebanyak 600 unit dihitung
sebagai berikut:
Persediaan
1 Mei 300 unit @ Rp 40.000,00
= Rp 12.000.000,00
Pembelian 5 Mei 500 unit @ Rp 41.000,00
= Rp 20.500.000,00 (+)
Jumlah 800 unit
= Rp 32.500.000,00
Harga rata rata tiap unit =
Rp 32.500.000,00 800 unit
=
40.625,00
Jadi harga pokok penjualan tanggal 10 Mei 2000,

Sebesar 600 x Rp 40.625,00
= Rp 24.375.000,00

Ilustrasi 5: Menentukan nilai persediaan dengan metode Pengganti. Dengan Metode ini persediaan dinilai berdasarkan harga terendah antara harga beli dengan harga pasar. Metode ini sering disebut dengan singkatan COMWIL (cost market whice ever is lower). Dalam penerapan metode ini, harga pasar pada saat penilaian persediaan, harus selalu diperhatikan.
Contoh:
Misalnya persedian barang PD. MEKAR ABADI pada 31 Desem 2002,
sebanyak 30.000 kg. Dengan total harga beli Rp 60.000.000,00 harga
pasar yang sama pada tanggal 31/12’ 2002, Rp 2.200,00 tiap kg.
Dengan demikian nilai persediaan pada 31/12’ 2000, adalah sebagai
berikut:
-Menurut harga beli, Rp 66.000.000,00
-Menurut harga pasar, 30.000 x Rp 2.000,00 = Rp 60.000.000,00

Dari data di atas terlihat bahwa harga terendah dari kedua tersebut adalah harga pasar yaitu sebesar Rp 60.000.000,00 sehingga nilai persediaan yang dilaporkan dalam neraca adalah sebesar Rp 60.000.000,00.
Metode penilaian harga terendah antara harga beli dan harga pasar (COMWIL), dapat diterapkan untuk:
1.1. Setiap jenis barang
2.2. Masing masing kelompok persediaan barang
3.3. Diterapkan kepada seluruh persediaan barang Sebagai contoh, PD MEKAR ABADI pada 31 Desember 2002 memiliki berbagai macam persediaan yang telah dikelompokkan sebagai berikut:




Harga terendah antara
Jenis barang
Harga beli (cost)
Harga pasar
harga beli harga pasar



perjenis barang
Kelompok A



Barang A -1
Rp 16.400.000,00
Rp 15.200.000,00
Rp. 15.200.000,00
Barang A – 2
Rp 10.800.000,00
Rp 11.568.000,00
Rp. 10.800.000,00
Jumlah
Rp 27.200.000,00
Rp 26.768.000,00
Rp. 26.000.000,00
Kelompok B



Barang B -1
Rp 19.200.000,00
Rp 18.600.000,00
Rp. 18.600.000,00
Barang B – 2
Rp 15.680.000,00
Rp 16.240.000,00
Rp. 15.680.000,00
Jumlah
Rp 34.880.000,00
Rp 34.840.000,00
Rp. 60.280.000,00
Total A + B
Rp 62.080.000,00
Rp 61.608.000,00
Rp. 60.280.000,00

Penerapan metode harga terendah antara harga beli dengan harga pasar “COMWIL” terhadap kelompok kelompok persediaan di atas dapat dilakukan sebagai berikut:
01. Di Terapkan kepada Setiap Jenis Barang Harga terendah untuk setiap jenis barang pada daftar di atas:
12002 sebesar Rp 60.280.000,00
2.2. Diterapakan terhadap masing masing kelompok persediaan barang. Harga terendah untuk setiap kelompok barang di atas adalah:

�Barang A1
Harga pasar
Rp 15.200.000,00
�Barang A2
Harga pasar
Rp 10.800.000,00
�Barang B1
Harga pasar
Rp 18.600.000,00


-Kelompok A
Harga pasar
Rp 26.768.000,00
-Kelompok B
Harga pasar
Rp 34.840.000,00
(+)


Rp 61.608.000,00

a) Jadi nilai persediaan yang dilaporkan dalam neraca Rp 61.608.000,00 b) Diterapakan terhadap seluruh persediaan barang pada daftar di atas
adalah harga pasar sebesar Rp 61.608.000,00 sehingga yang dilaporkan Rp
61.608.000,00.
Memperkirakan Persediaan
Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung persediaan akhirnya pada setiap akhir periode. Walaupun demikian perusahaan tersebut tetap memerlukan laporan keuangan yang dibuat per periode. Karena itu sering perusahaan harus memperkirakan nilai dari persediaan yang dimilikinya. Banjir atau kebakaran dapat menghancurkan persediaan barang, dan untuk mendapatkan ganti rugi dari perusahaan asuransi, perusahaan tersebut harus dapat memperkirakan nilai persediaan tanpa harus menghitung persediaan akhir yang dimilikinya. Metode yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir adalah metode marjin kotor dan metode eceran. Kedua metode ini sering dipakai dalam praktik.
A. Metode Marjin Kotor
Metode marjin kotor adalah metode yang digunakanuntuk memperkirakan nilai persediaan akhir yang didasarkan pada harga pokok penjualan.
Persediaan Awal
+ Pembelian Bersih
= Harga Pokok Persediaan yang dapat dijual
-Persediaan Akhir

= Harga Pokok Penjualan
Dengan mengubah persamaan diatas, maka akan diperoleh model yang berguna untuk memperkirakan dari persediaan akhir yang kita miliki.

Persediaan Awal
+ Pembelian Bersih

= Harga Pokok Persediaan yang dapat dijual
-Harga Pokok Penjualan

= Persediaan Akhir
Misalkan persediaan barang perusahaan habis terbakar. Untuk mendapatkan penggantian asuransi, perusahaan tersebut harus dapat memperkirakan biaya persediaan akhir yang dimiliki pada saat kebakaran. Jika kebakaran tersebut tidak menghancurkan data akuntansi yang dimiliki perusahaan, maka data mengenai persediaan awal dan pembelian netto dapat diambil langsung dari data akuntansi. Data mengenai penjualan, penjualan retur, dan potongan penjualan menunjukan penjualan netto yang dilakukan perusahaan sampai saat terjadinya kebakaran. Dengan menggunakan tingkat marjin kotor(marjin kotor dibagi penjualan netto)yang biasanya didapatkan perusahaan, kita dapat memperkirakan berapa harga pokok penjualan yang kita perkirakan tadi dari harga pokok persediaan yang dapat dijual untuk mendapatkan perkiraan biaya persediaan akhir. Gambar di bawah menggambarkan cara penggunaan metode marjin kotor.

B. Metode eceran
Pengecer seperti toko kecil sampai departement store biasanya menggunakan metode eceran untuk memperkirakan biaya persediaan akhirnya. Seperti metode marjin kotor, metode eceran ini juga didasarkan pada persamaan harga pokok penjualan. Namun, metode eceran mengharuskan perusahaan untuk mencatat pembelian persediaan dengan dua harga, yang pertama pada harga pembeliaan, seperti yang dicatat pada jurnal- jurnal dan buku pembelian, sedangkan kedua dicatat pada harga eceran seperti yang tercatat pada price tag. Hal ini tidak terlalu merepotkan perusahaan, karena biasanya perusahaan eceran menentukan harga eceran dengan menambahkan mark up tertentu pada harga belinya. Misalkan suatu departement store membeli sabuk pria seharga Rp 6.000 kemudian menambahka mark up sebesar Rp 4.000, sehingga harga jual eceran dari sabuk tersebut adlah Rp 10.000. dalam metode eceran ini, nilai persediaan akhir dari perusahaan didapatkan dengan bekerja mundur dari harga eceran untuk mendapatkan harga belinya. Gambar 9-12 menggambarkan cara kerja proses ini

Mengerjakan Prosedur Akuntansi Kas dan Surat Berharga

Mengerjakan Prosedur Akuntansi Kas dan Surat Berharga
Penyusun Dian Anita Nuswantara
Editor Soeryanto Teguh Budi Karyanto

BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2003



Kas dan surat berharga
Kas merupakan aktiva lancar perusahaan yang paling aktif, artinya bahwa hampir semua transaksi pembelian dan penjualan berakhir dengan transaksi penerimaan dan pengeluaran kas. Kas dapat diubah menjadi aktiva lain dan digunakan untuk membeli barang atau jasa, serta memenuhi kewajiban dengan lebih mudah bila dibandingkan dengan aktiva lainnya, sehingga kas termasuk aktiva yang paling likuid. Sifat kas yang sangat likuid menyebabkan kas sering menjadi sasaran kecurangan atau pencurian oleh karena itu diperlukan pengendalian internal yang baik atas kas.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dimaksud dengan kas adalah alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan. Sedangkan yang dimaksud dengan bank adalah sisa rekening giro perusahaan yang dapat digunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan umum perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang termasuk dalam kas dan bank diantaranya adalah kas kecil, saldo rekening giro di bank, bon sementara, bon-bon kas kecil yang belum dibayar (reimbursed), travellers ceks, dan lain-lain. Sedangkan yang tidak dapat digolongkan sebagai kas dan bank adalah cek mundur, cek kosong, investasi sementara, deposito berjangka, uang kas yang dicadangkan penggunaannya, rekening giro yang dibekukan, dan lain-lain.
PENGENDALIAN INTERNAL
Di dalam perusahaan kecil, para pemilik dapat melakukan pengawasan atas semua operasional melalui pengawasan langsung dan terlibat langsung dalam operasi perusahaannya. Sebagai contoh, pemilik biasanya menangani sendiri pembelian semua aktiva yang digunakan dalam perusahaan dan mengendalikan keuangan perusahaan. Pemilik yang sekaligus merangkap sebagai manajer ini biasanya juga mengangkat dan mengawasi karyawan, menangani kontrak-kontrak dan menandatangani cek.
Oleh karena itu, ketika manajer akan menandatangani cek untuk pembelian barang atau jasa, ia dapat mengetahui dengan pasti bahwa barang atau jasa tersebut benar-benar telah diterima. Pada saat perusahaan telah berkembang menjadi perusahaan besar, maka kontak-kontak langsung seperti dilukiskan di atas menjadi sulit untuk dilakukan.
Untuk mengatasi hal itu, manajer perusahaan harus mendelegasikan sebagian wewenangnya dan mengandalkan pada prosedur-prosedur pengendalian internal. Pengendalian internal adalah suatu rencana organisasional dan semua tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mengamankan aktiva, mendorong diikutinya kebijakan perusahaan, mendorong efisiensi operasional, dan menjamin ketepatan dan keakuratan catatan-catatan akuntansi.
Sistem pengendalian internal yang efektif umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut: �Penetapan tanggung jawab secara jelas. �Penyelenggaraaan pencatatan yang memadai. �Pengasuransian kekayaan dan karyawan perusahaan. �Pemisahan pencatatan dan penyimpanan aktiva. �Pemisahan tanggung jawab atas transaksi yang berkaitan. �Pemakaian peralatan mekanis (bila memungkinkan). �Pelaksanaan pemeriksaan secara independen.
Prinsip 1: Penetapan Tanggung Jawab secara Jelas
Pengendalian internal yang efektif menuntut manajemen harus menetapkan tanggung jawab secara jelas dan tiap orang memiliki tanggung jawab untuk tugas yang diberikan padanya. Apabila perumusan tanggung jawab tidak jelas dan terjadi suatu kesalahan, maka akan sulit untuk menelusur siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Sebagai contoh, bila dua orang petugas bagian penjualan menggunakan satu buah peti penyimpan uang yang sama dan terjadi kekurangan kas, maka akan sulit untuk mencari petugas mana yang telah melakukan kesalahan. Biasanya mereka akan saling menyalahkan, dan saling melempar tanggung jawab. Untuk mengatasi hal semacam itu, manajemen dapat menyediakan peti penyimpan uang untuk setiap petugas, atau salah satu petugas diberi tanggung jawab untuk menangani keuangan.
Prinsip 2: Penyelenggaraan Pencatatan yang Memadai
Untuk melindungi aktiva dan menjamin bahwa semua karyawan melaksanakan prosedur yang ditetapkan, diperlukan pencatatan yang baik. Catatan yang bisa dipercaya akan menjadi sumber informasi yang dapat digunakan manajemen untuk memonitor operasi perusahaan. Sebagai contoh, apabila perusahaan tidak memiliki catatan yang terinci mengenai peralatan pabrik dan alat-alat lainnya, maka kehilangan salah satu di antaranya dapat terjadi tanpa diketahui, atau kalaupun diketahui akan sulit untuk melacaknya. Contoh lain, apabila perusahaan tidak memiliki daftar rekening atau kode rekening tidak ditaati sebagaimana mestinya, maka transaksi mungkin akan dicatat pada rekening yang salah. Akibatnya, manajemen mungkin tidak menyadari bahwa sebenarnya biaya tertentu telah melebihi kewajaran.
Untuk menciptakan pengendalian internal yang baik, perusahaan harus merancang formulir-formulir (business paper) secara cermat sesuai dengan kebutuhan, dan menggunakannya dengan benar. Sebagai contoh, apabila formulir order pernjualan dirancang dengan baik, maka petugas di bagian penjualan dapat mencatat informasi secara tepat dan efisien, tanpa ditunda-tunda, sehingga pembeli tidak perlu menunggu terlalu lama. Selain itu, apabila formulir oder
Kode Modul: AK.26.E.1-2: Kas dan Surat Berharga
penjualan diberi nomor urut tercetak dan diawasi penggunaannya, maka petugas penjualan dapat diberi tanggung jawab mengenai pemakaian formulir yang berada di bawah pengawasannya. Dengan cara seperti ini, petugas penjualan tidak mungkin menyembunyikan penjualan, memusnahkan dokumen penjualan, dan mengambil uangnya.
Prinsip 3: Pengasuransian Kekayaaan dan Karyawan Perusahaan
Kekayaan perusahaan harus diasuransikan dengan jumlah pertanggungan yang memadai. Demikian pula karyawan yang menangani kas dan surat-surat berharga harus dipertanggungkan. Salah satu cara mempertanggungkan karyawan ialah dengan membeli polis asuransi atas kerugian akibat pencurian oleh karyawan. Cara seperti ini akan dapat mengurangi pencurian, karena perusahaan asuransi (penanggung) akan melakukan pengusutan, seandainya terjadi kekurangan (kehilangan) kas.
Prinsip 4: Pemisahan Pencatatan dan Penyimpanan Aktiva
Prinsip pokok pengendalian internal mensyaratkan bahwa pegawai yang menyimpan atau bertanggung jawab atas aktiva tertentu, tidak diperkenankan mengurusi catatan akuntansi atas aktiva yang bersangkutan. Apabila prinsip ini diterapkan, pegawai yang bertanggungjawab atas suatu aktiva cenderung untuk tidak memanipulasi atau mencuri aktiva yang menjadi tanggung jawabnya, karena ia tahu bahwa ada orang lain yang menyelenggarakan pencatatan atas aktiva tersebut. Di lain pihak, pegawai yang menyelenggarakan pencatatan tidak mempunyai alasan untuk membuat catatan yang tidak benar, karena aktiva yang bersangkutan berada di tangan orang lain. Prinsip ini hanya dapat diterobos melalui persekongkolan.
Prinsip 5: Pemisahan Tanggung Jawab atas Transaksi yang Ber-kaitan
Pertanggungjawaban atas transaksi yang berkaitan atau bagian-bagian dari transaksi yang berkaitan harus ditetapkan pada orang-orang atau bagian­bagian dalam perusahaan, sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang akan diperiksa (dicek) oleh orang lain. Cara seperti ini tidak perlu mengakibatkan
Kode Modul: AK.26.E.1-2: Kas dan Surat Berharga
duplikasi pekerjaan, karena pegawai tidak perlu mengulangi pekerjaan yang telah dilakukan oleh orang lain. Sebagai contoh, dalam suatu transaksi pembelian, pekerjaan pembuatan pesanan pembelian, penerimaan barang, dan pembayaran kepada pemasok, harus ditangani oleh orang atau bagian yang berbeda. Cara seperti ini dilakukan agar barang yang diterima benar-benar dicek kebenaran jumlah dan kualitasnya, dan agar semua faktur pembelian diperksa dahulu kebenarannya sebelum dibayar. Selain itu, dengan cara ini dapat dihindari terjadinya pembelian barang untuk keperluan pribadi si pegawai dan pembayaran atas faktur palsu.
Prinsip 6: Penggunaan Peralatan Mekanis (jika memungkinkan)
Apabila keadaan memungkinkan, sebaiknya perusahaan menggunakan peralatan-peralatan mekanis, seperti register kas, cheque protector, mesin pencatat waktu, dan peralatan lainnya. Register kas yang memiliki pita pencatat terkunci di dalamnya, akan mecatat semua transaksi penjualan tunai. Protektor cek yang dapat membuat perforasi mengenai jumlah rupiah setiap cek, akan bermanfaat untuk menghindari terjadinya penggantian angka rupiah pada cek. Mesin pencatat waktu akan dapat mencatat dengan tepat saat pegawai mulai masuk kerja dan menggalkan tempat pekerjaannya.
Prinsip 7: Pelaksanaan Pemeriksaan secara Independen
Apabila suatu sistem pengendalian internal telah dirancang dengan baik, penyimpangan tetap mungkin terjadi sepanjang waktu. Apabila terjadi penggantian karyawan atau karyawan mengalami kelelahan, maka prosedur yang telah ditetapkan mungkin diabaikan atau dilangkahi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian ulang secara teratur, untuk memastikan bahwa prosedur­prosedur telah diikuti dengan benar. Pengkajian ulang ini harus dilakukan oeleh pemeriksa internal yang tidak terlibat langsung dalam operasi perusahaan. Apabila pemeriksa internal berkedudukan independen, maka ia dapat melakukan evaluasi mengenai efisiensi operasi secara menyeluruh dan efektif tidak hanya sistem pengendalian internal.
Kode Modul: AK.26.E.1-2: Kas dan Surat Berharga
Selain diperiksa oleh pemeriksa internal, perusahaan biasanya diperiksa juga oleh akuntan publik yang bertindak sebagai pemeriksa eksternal. Akuntan publik melakukan pengujian atas catatan akuntansi perusahaan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan lainnya untuk memberi pendapat apakah laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi beriterima umum. Pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan publik, sebelum ia melakukan pemeriksaan, ialah melakukan evaluasi apakah sistem pengendalian internal yang diterapkan perusahaan telah berjalan secara efektif.
PENGENDALIAN INTERNAL ATAS KAS
Pengendalian internal yang baik terhadap kas memerlukan prosedur­prosedur yang memadai untuk melindungi penerimaan kas maupun pengeluaran kas. Dalam merancang prosedur-prosedur tersebut hendaknya diperhatikan tiga hal penting dalam pengendalian internal. Pertama, harus terdapat pemisahan tugas secara tepat, sehingga petugas yang bertanggung jawab menangani transaksi dan menympan kas tidak merangkap sebagai petugas pencatat transaksi kas. Kedua semua penerimaan kas hendaknya disetorkan seluruhnya ke bank secara harian. Ketiga, semua pengeluaran kas hendaknya dilakukan dengan menggunakan cek; kecuali untuk pengeluaran yang kecil jumlahnya dimungkinkan untuk menggunakan uang tunai, yaitu melalui kas kecil. Pembahasan tentang kas kecil akan diuraikan pada bagian lain dalam bab ini.
Prinsip pertama diperlukan agar petugas yang bersangkutan dengan transaksi kas tidak dapat dengan mudah melakukan penggelapan kas, kecuali bila mereka bersekongkol. Prinsip kedua dirancang agar petugas yang menangani kas tidak mempunyai kesempatan untuk menggunakan kas perusahaan untuk keperluan pribadi. Prinsip ketiga (semua pembayaran dilakukan dengan menggunakan cek) selain merupakan akibat prinsip kedua, juga dimaksudkan agar semua transkasi kas memiliki pencatatan yang terpisah dan dilakukan oleh pihak di luar perusahaan (ekstern). Hasil pencatatan yang dilakukan oleh bank dituangkan dalam laporan bak yang dapat dijadikan konfirmasi atas catatan yang dilakukan oleh perusahaan.
Prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengawasi kas, bisa berbeda­beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya. Hal ini tergantung pada berbagai faktor, seperti besarnya perusahaan, jumlah karyawan, sumber-sumber kas, dan sebagainya. Oleh karena itu hendaknya dipahami bahwa prosedur-prosedur yang akan diuraikan di bawah ini hanyalah merupakan sekadar contoh praktik yang banyak digunakan pada berbagai perusahaan.
1. Penerimaan Kas dari Penjualan Tunai
Penerimaan kas yang berasal dari hasil penjualan tunai sebaiknya dilakukan dengan melalui register kas pada saat transaksi penjualan terjadi. Untuk menjamin bahwa angka rupiah yang dimasukkan (dicatat) ke dalam kas register sesuai dengan harga jual yang sesungguhnya, maka kas register harus ditempatkan pada loket kasir sedemikain rupa, sehingga dapat terbaca oleh si pembeli. Selain itu petugas diwajibkan untuk menjalankan mesin kas register yang ditandai dengan keluarnya bunyi “kring”, sebagai tanda bahwa mesin telah mencatat data yang dimasukkan ke dalamnya. Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah merancang register kas sedemikian rupa, sehingga mesin register kas hanya dapat dibuka oleh orang yang berwenang. Hal ini dimaksudkan agar catatan dalam register kas bisa dipercaya karena tidak mudah diubah oleh sembarang orang dan bersifat permanen. Banyak perusahaan yang menghubungkan register kas langsung ke komputer. Komputer diprogram agar dapat mencatat data yang dimasukkan oleh petugas penjualan de dalam register kas, langsung ke catatan akuntansi. Cara lain (yang sebenarnya sudah agak kuno) ialah dengan menempatkan gulungan kertas pencatat dalam register kas. Pada setiap jam tertentu, petugas pemeriksa membuka mesin untuk mengambil kertas pencatat dan memindahkannya ke catatan akuntansi.
Seperti telah disebutkan di atas, pemegang kas harus dipisahkan dari petugas pencatat transaksi kas. Dalam penjualan tunai, pemisahan ini dimulai dari register kas. Petugas penjualan yang mengoperasikan mesin register kas,
Kode Modul: AK.26.E.1-2: Kas dan Surat Berharga
tidak diperkenankan merangkap sebagai petugas pembuka mesin register kas. Pada jam-jam tertentu atau pada akhir jam kerja, petugas penjualan harus menghitung uang yang ada dalam register kas. Hasil perhitungan beserta uangnya kemudian diserahkan kepada kasir. Seperti halnya petugas penjualan, kasir juga menangani kas, oleh karena itu ia tidak diperkenankan merangkap sebagai petugas pencatat transaksi kas. Petugas ketiga, biasanya dari bagian akuntansi, memeriksa hasil catatan komputer melalui register kas (atau kertas catatan dalam register kas) dan membandingkannya dengan uang yang diterima kasir sebagaimana tercantum dalam laporan yang dibuat kasir. Apabila digunakan kertas pencatat dalam register kas, maka data dalam kertas pencatat tersebut dijadikan dasar untuk jurnal atas transaksi penjualan tunai. Petugas di bagian akuntansi melakukan pencatatan transaksi kas, tetapi ia tidak mempunyai kewenangan mengurusi kas yang sesungguhnya. Sebaliknya petugas penjualan dan kasir berurusan langsung dengan kas yang sesungguhnya, tapi ia tidak dapat menggunakan atau mengambilnya untuk keperluan pribadi.
2. Penerimaan Kas Melalui Pos
Penerimaan kas melalui pos dapat berwujud cek yang diterima dalam amplop atau berupa pos wesel. Apabila cek diterima melalui pos, maka pada saat amplop dibuka harus dihadiri oleh dua orang petugas. Seorang diantaranya membuat daftar cek yang diterima sebanyak 3 (tiga) rangkap. Dalam daftar tersebut dicantumkan nama pengirim, maksud pembayaran, dan jumlah rupiahnya. Lembar pertama berserta cek-cek yang diterima, dikirimkan kepada kasir. Lembar kedua dikirimkan kepada bagian akuntansi, sedangkan lembar ketiga disimpan oleh petugas yang bersangkutan sebagai arsip.
Apabila penerimaan kas melaui pos berupa pos wesel, maka seperti halnya penerimaan cek melalui pos, penanganannya dilakukan oleh dua orang petugas. Petugas pertama membuat daftar pos wesel yang diterima sebanyak 3 (tiga) rangkap, sedangkan petugas kedua menguangkan pos wesel ke Kantor Pos. Petugas ini harus mendapat penunjukkan dari perusahaan untuk menguangkan pos wesel atas nama perusahaan, dan memiliki kartu C7. Pendistribusian daftar penerimaan pos wesel, sama seperti halnya daftar penerimaan cek.
Kasir menyetorkan cek dan uang ke bank, dan petugas di bagian akuntansi mencatat transaksi penerimaan kas dalam jurnal. Dengan demikian apabila saldo menurut laporan bank direkonsiliasi (hal ini akan dibahas kemudian) oleh orang keempat, maka kesalahan atau kecurangan yang dilakukan oleh petugas penerima pembayaran melaui pos, kasir, atau petugas di bagian akuntansi, akan dapat segera diketahui. Kesalahan atau kecurangan akan dapat diketahui karena kas yang disetorkan ke bank harus sama jumlahnya dengan catatan yang dibuat oleh ketiga petugas lainnya. Dengan cara demikian, kecurangan jelas akan sulit dilakukan, kecuali mereka bersekongkol. Petugas penerima pembayaran melaui pos harus melaporkan penerimaan tersebut kepada si pengirim. Jika hal ini tidak dilakukan, pengirim pasti akan menanyakannya. Kasir harus menyetorkan seluruh uang yang diterimanya, sebab saldo menurut laporan bank harus sama dengan saldo kas menurut catatan di bagian akuntansi. Petugas di bagian akuntansi dan petugas yang akan melakukan rekonsiliasi tidak menangani uang atau cek yang diterima, sehingga mereka tidak mempunyai peluang untuk menggunakan atau menyelewengkan kas perusahaan.
3. Pengeluaran Kas
Pengawasan atas penerimaan kas yang berasal dari penjualan tunai dan penerimaan kas melalui pos, merupakan hal yang penting. Akan tetapi kecurangan atau penyelewengan biasanya jarang terjadi melalui transaksi penerimaan kas, melainkan melalui pengeluaran kas atau dengan menggunakan faktur fiktif (palsu). Ole karena itu pengawasan atas pengeluaran kas sama pentingnya atau bahkan kadang-kadang lebih penting daripada penerimaan kas.
Untuk mengawasi pengeluaran kas, maka semua pengeluaran kas harus dilakukan dengan menggunakan cek, kecuali untuk pengeluaran yang jumlahnya dapat dilakukan melalui kas kecil. Jika kewenangan untuk menandatangani cek didelegasikan kepada seorang pegawai yang ditunjuk, maka pegawai tersebut tidak diperkenankan untuk melakukan pencatatan transaksi kas. Hal ini untuk mencegah adanya kecurangan dalam pengeluaran kas yang tidak nampak dalam catatan akuntansi.
Dalam perusahaan kecil, manajer-pemilik biasanya menandatangani semua cek yang akan dikeluarkan, dan dari kontak-kontak langsung ia mengetahui dengan pasti apa yang harus dibayar. Dalam perusahaan besar, kontak-kontak langsung semakin berkurang dan digantikan dengan prosedur­prosedur pengendalian internal. Prosedur harus dirancang untuk memberi informasi kepada penandatangan cek, bahwa pembayaran yang akan dilakukan adalah benar-benar kewajiban perusahaan, benar-benar terjadi, dan oleh karenanya harus dibayar.
Agar terdapat koordinasi dan pengawasan di antara bagian-bagian yang melaksanakan pembelian maka diperlukan sejumlah dokumen yang dapat digunakan untuk melakukan verifikasi (pengecekan) silang. Sebagai contoh perhatikan dokumen yang akan digunakan dalam melaksanakan proses pembelian berikut ini.
Tabel 1: Dokumen yang diperlukan dalam proses pembelian
Dokumen bisnis
Disiapkan oleh
Dikirimkan kepada
Permintaan pembelian
Departemen penjualan
Departemen penjualan
Order pembelian
Departemen pembelian
Pemasok di luar perusahaan
Faktur
Pemasok di luar perusahaan
Departemen akuntansi
Laporan penerimaan
Departemen penerimaan
Departemen akuntansi
Paket pengeluaran
Departemen akuntansi
Petugas yang menandatangani cek

Proses pembelian dimulai ketika departemen penjualan membutuhkan barang, dan membuat permintaan pembelian. Departemen pembelian akan mencari pemasok terbaik dan mengirimkan order pembelian kepada pemasok. Ketika pemasok mengirimkan barang yang diminta, pemasok tersebut juga akan mengirimkan faktur atau tagihan, yang merupakan tanda bahwa harus dilakukan pembayaran. Pada saat barang diterima, departemen penerima akan memeriksa apakah ada barang yang rusak dan mendaftar semua barang yang diterima dalam laporan penerimaan barang. Departemen akuntansi akan melampirkan semua dokumen yang sudah ada, memeriksanya supaya tepat dan sesuai, kemudian meletakkan faktur ini pada posisi paling depan dalam paket pengeluaran, kemudian memberikannya kepada pegawai yang berwenang untuk disetujui dan dilakukan pembayaran. Paket pengeluaran ini akan terdiri dari faktur, laporan penerimaan, order pembelian, dan permintaan pembelian.
Sebelum memberikan persetujuan atas pembayaran, kontroler akan menguji salah satu transaksi untuk memastikan bahwa departemen akuntansi telah melakukan langkah pengendalian sebagai berikut:
Faktur telah dibandingkan dengan salinan order pembelian dan permintaan pembelian untuk meyakinkan bahwa perusahaan hanya akan membayar barang sesuai dengan yang diorder.
Faktur telah dibandingkan dengan laporan penerimaan untuk meyakinkan bahwa perusahaan hanya akan membayar barang yang telah diterima.
Membuktikan ketepatan hitungan matematis dari faktur.

Disamping prosedur yang diuraikan di atas, prosedur-prosedur yang banyak diterapkan pada berbagai perusahaan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melaksanakan sistem voucher.
4. Sistem Voucher dan Pengawasan
Sistem voucher untuk mencatat pembayaran kas memberikan perusahaan suatu pengendalian internal yang lebih besar dengan cara membuat proses persetujuan dan pencatatan faktur-faktur pembayaran menjadi lebih formal. Sistem ini menetapkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
(1) kewajiban perusahaan hanya dapat terjadi dari transaksi yang telah disetujui (disahkan) oleh orang yang diberi wewenang oleh perusahaan,
(2) prosedur-prosedur yang berkaitan dengan terjadinya kewajiban, yang meliputi verifikasi, pengesahan, dan pencatatan, harus ditetapkan,
(3) cek hanya dapat dikeluarkan untuk pembayaran kewajiban yang telah diverifikasi, disahkan, dan dicatat dengan benar,
(4) kewajiban harus dicatat pada saat terjadi, dan setiap transaksi pembelian harus diperlakukan sebagai transaksi yang independen. Ketentuan ini harus dipenuhi, meskipun terjadi lebih dari satu transaksi pembelian dari perusahaan yang sama dalam satu bulan atau periode faktur lainnya.

Sistem voucher menggunakan: (1) voucher, (2) register voucher, (3) daftar voucher yang belum dibayar, (4) register cek dan (5) daftar voucher yang sudah dibayar.
Voucher adalah sebuah dokumen yang mensahkan suatu pengeluaran kas, biasanya dibuat oleh bagian akuntansi. Dokumen yang digunakan dalam sistem voucher hampir serupa dengan dokumen sebagaimana tabel 1. perbedaannya adalah pada sistem voucher tidak menggunakan paket pengeluaran melainkan paket voucher yang disiapkan oleh departemen akuntansi dan dikirimkan kepada petugas yang menandatangani cek. Paket voucher akan terdiri dari permintaan pembelian, order pembelian, laporan penerimaan, faktur dan voucher. Jumlah dari seluruh dokumen ini harus sama.
Setelah disetujui oleh pegawai yang telah ditunjuk untuk memberikan persetujuan, voucher tersebut diberikan kepada bagian akuntansi yang akan
SMK Bidang Bisnis Manajemen_PK Akuntansi Kode Modul: AK.26.E.1-2: Kas dan Surat Berharga
mencatatnya dalam register voucher. Dalam suatu sistem voucher, semua pengeluaran akan dicatat pertama kali di dalam register voucher. Misalnya pada tanggal 31 Maret Perusahaan Roti Buana mempunyai utang sebesar Rp2.202.000,00 untuk voucher 330 (Rp369.000,00 utang pada Harian Buana), 348 (Rp1.638.000,00 utang pada Rental Mobil Global) dan 350 (Rp195.000,00 utang pada Perusahaan Gas Biru). Jika semua itu adalah voucher yang belum dibayar pada tanggal 31 Maret, maka neraca akan melaporkan Hutang Voucher sebesar Rp2.202.000,00 pada sisi kewajiban lancar, namun umumnya dilaporkan sebagai utang saja (tidak dipisahkan dengan utang dagang). Register voucher Perusahaan Roti Buana akan nampak sebagai berikut:
Kode Modul: AK.26.E.1-2: Kas dan Surat Berharga
3: Contoh Register voucher

SMK Bidang Bisnis Manajemen_PK Akuntansi
Setelah mencatat suatu voucher ke dalam register voucher, paket voucher ini dimasukkan ke dalam daftar voucher yang belum dibayar, dan tetap dalam tempat tersebut hingga voucher itu dibayrakan. Daftar voucher yang belum dibayar ini berfungsi sebagai buku pembantu utang. Daftara voucher yang belum dibayar mempunyai 31 slots, satu untuk setiap hari dalam sebulan. Setiap voucher disimpan menurut tanggal jatuh temponya, misalnya voucher no 326 akan jatuh tempo tanggal 7 Maret maka akan disimpan dalam slot bernomor 7.
Seluruh cek yang sudah dikeluarkan akan dicatat dalam register cek. Register cek ini menggantikan jurnal pengeluaran kas, semua ayat jurnal dalam register cek mendebit utang voucher dan mengkredit kas (dan potongan pembelian jika dibutuhkan).
Pada atau sebelum tanggal jatuh tempo, paket voucher akan dikeluarkan oleh akuntan dari daftar voucher yang belum dibayar dan mengirimkannya kepada para pegawai yang ditunjuk untuk menandatangani. Setelah cek-cek ditandatangani, nomor cek dan tanggal pemabayaran dimasukkan ke bagian belakang voucher, ke dalam register cek dan ke dalam register voucher.
Setelah pemabayaran, paket voucher ini akan dibatalkan untuk menghindari pembayaran kedua kalinya. Biasanya, sebuah lubang akan dibuat pada paket voucher tersebut. Kemudian akan disusun dalam sebuah daftar nama-nama penerima uang kas menurut abjad.
REKENING GIRO BANK SEBAGAI ALAT PENGAWASAN
Penyimpanan kas dalam rekening giro bank adalah merupakan bagian dari pelaksanaan pengendalian internal, karena bank biasanya menerapkan praktik-praktik tertentu yang dapat mengamankan kas. Selain itu bank secara periodik memberi laporan kepada pemegang giro mengenai transaksi-transaksi yang telah terjadi secara rinci. Agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar­besarnya dari cara pengawasan ini, perusahaan sebaiknya membuat ketentuan bahwa semua pengeluaran kas harus dilakukan dengan menggunakan cek (kecuali untuk pengeluaran melalui kas kecil).
Untuk dapat memahami jalannya pengawasan melalui reeking giro bank, marilah kita tinjau lebih dahulu dokumen-dokumen yang digunakan dalam pengawasan tersebut yang berupa: kartu tanda-tangan, bukti setoran, cek, dan rekonsiliasi bank.
KARTU TANDA-TANGAN
Bank mensyaratkan bahwa setiap orang yang diberi kewenangan menandatangani cek (disebut pemegang giro) untuk mencantumkan tandatangannya pada kartu tandatangan. Contoh tandatangan dalam kartu ini akan digunakan oleh bank untuk dibandingkan dengan tandatangan yang tercantum pada cek yang ditarik oleh pemegang giro. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi bank dan pemegang giro dari kemungkinan adanya cek palsu atau cek yang tidak dibuat oleh pihak yang berhak.
Bukti Setoran
Bank biasanya telah menyediakan formulir yang digunakan pada saat seseorang akan menyetor ke rekening giro tertentu, yang disebut formulir atau bukti setoran. Bukti ini biasanya dibuat 2 (dua) rangkap, lembar pertama ditahan oleh bank, dan lembar kedua diberikan kepada penyetor.
Buku Cek
Untuk mengambil uang dari suatu rekening giro, pemegang giro harus menarik cek, yaitu perintah kepada bank untuk membayar kepada orang atau perusahaan, sejumlah uang sebagaimana tertulis pada cek tersebut. Dalam suatu cek terdapat tiga pihak, yaitu; yaitu penandatangan cek; penerima pembayaran, yaitu pihak yang akan menerima uang; dan bank, yaitu bank yang harus melakukan pembayaran.
Cek pada umumnya diberi nomor urut tercetak, disertai nama dan alamat pemegang giro dan banknya. Dalam cek tersebut tersedia ruang untuk menuliskan tanggal, nama penerima pembayaran, tandatangan pemegang giro (penarik cek), dan jumlah rupiahnya. Pada bank-bank yang sudah modern, biasanya nama bank, dan nomor identifikasi bank, serta nomor rekening giro, dicetak dengan tinta magnetik agar dapat diproses oleh mesin.
Laporan bank
Pada akhir bulan, bank biasanya mengirimkan laporan bank bulanan kepada para pemegang giro. Laporan tersebut berisi saldo awal dan saldo akhir bulan, serta daftar transaksi yang terjadi selama bulan yang bersangkutan. Transaksi tersebut meliputi penyetoran dan penarikan cek (pengambilan). Serta penambahan dan pengurangan lain yang dilakukan bank atas rekening giro. Setoran didaftar menurut tanggal penyetorannya, sedangkan dek didaftar menurut tanggal pembayarannya oleh bank.
Rekonsiliasi Bank
Apabila perusahaan membuka rekening giro di bank, maka perusahaan akan mempunyai dua catatan mengenai kas yang dimilikinya, yaitu: rekening Kas yang terdapat dalam pembukaaan perusahaan dan laporan bank yang diterima perusahaan secara periodic dari bank. Saldo kas yang ditunjukkan dalam reeking Kas biasanya jarang sama jumlahnya dengan saldo yang terdapat dalam laporan bank.
Pembukuan perusahaan dan laproan bank seringkali menunjukkan jumalah salado yang berbeda, tetapi keduanya mungkin sama-sama benar. Kadang-kadang perbedaan ini terjadi hanya karena perbedaan waktu pencatatan. Sebagai contoh, bila perusahaan menarik cek, maka perusahaan akan segera mengkredit rekening Kas-nya. Di lain pihak, bank belum mengurangi saldo rekening giro perusahaan, sampai cek tersebut diuangkan di bank oleh si penerima cek. Kadang-kadang penerima cek baru menguangkan cek tersebut beberapa hari atau beberapa minggu kemudian. Hal yang sama terjadi juga dalam penerimaan kas dan pada hari itu juga kas disetorkan ke bank, maka perusahaan akan segera mencatat hal itu dengan mendebet rekening Kas. Kadang-kadang bank baru mencatat setoran dari perusahaan pada keesokan harinya.
Pengendalian internal kas yang baik akan dapat memberi informasi mengenai sumber kas perusahaan, dikeluarkan untuk apa, dan berapa saldo kas setiap saat dikehendaki. Oleh karena itu, akuntan harus dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya perbedaan antara catatan perusahaan dengan rekening koran bank, dan menentukan jumlah saldo rekening giro yang sesunggguhnya pada suatu saat tertentu. Proses ini disebut rekonsiliasi bank. Apabila dikerjakan dengan benar, maka rekonsiliasi bank akan memberikan kepastian bahwa semua transaksi kas telah diperhitungkan dengan benar dan bahwa pembukuan perusahaan maupun pembukuan bank telah dilakukan dengan benar. Beberapa penyebab perbedaan antara saldo menurut pembukuan perusahaan dengan laporan bank adalah sebagai berikut: 1. Bank belum mencatat transaksi tertentu:
a. Setoran dalam perjalanan. Perusahaan telah mencatat setoran ke bank, tetapi bank belum mencatatnya.
b. Cek dalam perjalanan (cek masih beredar). Cek yang ditarik dan telah dibukukan oleh perusahaan, tetapi bank belum mencatatnya.

2. Perusahaan belum mencatat transaksi tertentu:
a. Penerimaan kas melalui bank. Bank kadang-kadang melakukan penerimaan kas untuk dibukukan ke dalam rekening giro perusahaan. Hal semacam ini sering terjadi dan bahkan dianjurkan oleh perusahaan bank, akan dapat dikurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kas oleh karyawan perusahaan. Cara ini juga akan mempercepat penerimaan kas, dibandingkan dengan penerimaan dilakukan oleh perusahaan. Sebagai contoh, suatu piutang wesel dapat ditagih oleh bank; dan hasil penagihan tersebut langsung dibukukan (ditambahkan) kedalam rekening giro perusahaan. Transaksi semacam ini kadang­kadang belum diketahui oleh perusahaan, sehingga perusahaan belum mencatatnya.
b. Biaya administrasi bank. Bank biasanya membebankan sejumlah biaya untuk menangani transaksi-transaksi yang dilakukan pemegang giro. Jumlah biaya yang dibebankan tergantung kepada banyaknya transaksi yang ditangani oleh bank. Pada umumnya biaya administrasi bank baru diketahui jumlahnya oleh perusahaan setelah laporan bank diterima.
c. Pendapatan bunga atau jasa giro. Bank memberikan bunga atas saldo giro yang dihitung atas dasar persentase tertentu dari saldo giro rata-rata per bulan. Tingkat bunga atau jasa giro tidak begitu tinggi bila dibandingkan dengan deposito. Jumlah bunga yang menjadi pendapatan perusahaan biasanya baru diketahui setelah perusahaan menerima laporan bank.
d. Cek kosong dari konsumen atau debitur. Perusahaan sering menerima pembayaran dari para konsumen atau debitur dalam bentuk cek yang diperlakukan sama dengan uang tunai. Cek tersebut bersama­sama dengan uang tunai disetorkan tiap hari ke bank. Apabila cek yang diterima menggunakan bank yang sama dengan bank perusahaan, maka cek bisa langsung diuangkan dan lansung dibukukan ke rekening giro perusahaan. Akan tetapi jika cek menggunakan bank yang berbeda, maka bank perusahaan harus menguangkan cek tersebut (atau melalui clearing) ke bank yang bersangkutan, dan hasilnya dibukukan ke dalam rekening giro perusahaan. Cek kosong adalah cek yang tidak cukup dananya (jumlah rupiah dalam cek lebih besar dari saldo giro si pemegang giro di bank pada saat ia menarik cek tersebut). Apabila perusahaan menerima cek yang tidak cukup dananya (cek kosong), biasanya hal itu baru diketahui pada saat perusahaan menerima laporan bank.
e. Cek dikembalikan kepada penyetor karena alasan lain (bukan cek kosong). Bank kadang-kadang mengembalikan cek kepada penyetor karena alasan-alasan:
(1) rekening penarik cek telah ditutup,
(2) cek telah kadaluarsa (cek tertentu kadang-kadang hanya dapat diuangkan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, apabila selama jangka waktu tersebut tidak diuangkan, maka cek menjadi tidak berlaku lagi,
(3) tandatangan yang tercantum pada cek tidak sah,
(4) terdapat kesalahan dalam penulisan cek. Akuntansi untuk cek yang dikembalikan kepada penyetor karena alasan-alasan di atas, sama dengan akuntansi untuk pengembalian cek kosong.
1.3. Bank atau perusahaan (atau kedua-duanya) telah melakukan kesalahan pencatatan. Sebagai contoh, bank mungkin mengurangi saldo rekening

seorang pemegang giro untuk cek yang ditarik oleh pemegang giro yang lain. Sementara itu, pemegang giro mungkin salah mencatat jumlah rupiah cek yang telah ditariknya. Apabila salah satu pihak atau kedua-duanya melakukan kesalahan pencatatan, maka dapat dipastikan bahwa saldo menurut catatan perusahaan tidak akan sama dengan saldo yang tercantum dalam laporan bank. Apabila hal ini terjadi, maka penyebab kesalahan harus ditemukan dan dikoreksi, dan perbaikan kesalahan ini merupakan bagian dari rekonsiliasi bank.
Contoh Pembuatan Rekonsiliasi Bank
Misalkan PT Nusantara memiliki rekening giro di Bank Niaga. Pada akhir bulan Januari PT Nusantara menerima laporan dari Bank Niaga yang berisi informasi mengenai saldo awal bulan, pertambahan dan pengurangan yang telah dilakukan bank selama bulan Januari atas rekening giro PT Nusantara, dan saldo per 31 Januari. Menurut laporan bank tersebut, saldo giro PT Nusantara per 31 Januari adalah Rp5.388.480,00 Menurut pembukuan PT Nusantara, saldo rekening giro di Bank Niaga adalah Rp3.294.210,00. Setelah dilakukan pembandingan sesuai dengan prosedur yang telah diuraikan di atas, ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1.Setoran tanggal 30 Januari sebesar Rp1.591.630,00 tidak tercantum dalam laporan bank.
2.Bank telah melakukan kesalahan pembukuan, yaitu cek yang ditarik oleh PT Antara sebesar Rp100.000,00 (Nomor cek 656) telah dikurangkan pada rekening giro PT Nusantara.
3.Lima lembar cek yang ditarik pada akhir bulan Januari dan telah dicatat dalam jurnal pengeluaran kas oleh PT Nusantara, belum dibayar oleh bank:
4.Bank telah menerima pelunasan selembar wesel tagih milik PT Nusantara sebesar Rp.2.114.000,00 (termasuk di dalamnya pendapatan bunga sebesar Rp.214.000,00). Penerimaan pelunasan wesel ini belum dicatat dalam jurnal penerimaan kas oleh PT Nusantara.
5.Laporan bank menunjukkan bahwa bank telah memberi bunga pada PT Nusantara sebesar Rp. 28.010,00
6.Cek nomor 333 sebesar Rp.150.000,00 yang dibayarkan pada PT Bromo telah dicatat dalam jurnal pengeluaran kas oleh PT Nusantara dengan jumlah Rp.510.000,00 sehingga saldo per buku menjadi terlalu rendah Rp. 360.000,00
7.Biaya administrasi bank bulan Januari adalah Rp. 14.250,00
8.Laporan bank menunjukkan adanya pengembalian cek yang tidak cukup dananya (cek kosong) sebesar Rp.52.000,00. Cek tersebut berasal dari PT Rosalina.


Berdasarkan data di atas, PT Nusantara menyusun laporan rekonsiliasi bank seperti terlihat pada Gambar 1-6. Mengapa perusahaan tidak perlu merekonsiliasi hal-hal yang nampak pada sisi bank pada rekonsiliasi bank di atas ? Jawabannya adalah karena hal-hal tersebut telah dibukuakan dalam pembukuan perusahaan. Berdasarkan rekonsiliasi bank di atas, PT Nusantara perlu membuat jurnal penyesuaian berikut (jurnal-jurnal ini diberi tanggal 31 Januari untuk mengoreksi saldo rekening Kas pada tanggal tersebut ):
Jan. 31 Kas ………………………………….. 2.114.000,00 Piutang Wesel …………………… 1.900.000,00 Pendapatan Bunga …………….. 214.000,00 (Penerimaan wesel melalui bank)
PT NUSANTARA
Laporan Rekonsiliasi Bank 31 Januari 2003
Per Bank :
Per Buku:
Saldo 31 Jan
Rp.5.388.480
Saldo 31 Jan
Rp.3.294.210
Tambahan:

Tambahan:

1. Setoran dalam perjalanan
4. Penerimaan wesel melalui bank
30 Jan…………
Rp. 1.591.630
termasuk pendapatan bunga

Rp.214.000
2. Koreksi kesalahan bank cek
5. Pendapatan bunga bank
PT Antara telah didebet ke
Rp.28.010
rekening perush. Rp.100.000

6. Kesalahan pembukuan cek

No.333 dicatat terlalu tinggi

Rp. 360.000

Kurangi
Kurangi :
3. Cek dalam perjalanan
7. Biaya admi bank…Rp.14.250
No. 337
Rp. 286.000
8. Cek kosong
Rp.52.000
338
Rp. 319.470
(66.250)
339
Rp.
83.000

340
Rp. 203.140

341
Rp. 458.530

(1.350.140)

Saldo per bank setelah
Saldo per buku setelah disesuaikan

Rp. 5.729.970 disesuaikan Rp.5.729.970 Jurnal Penyesuaian:

Dalam hal terjadi pengembalian cek yang tidak cukup dananya (cek kosong), perusahaan harus membuat jurnal penyesuaian dengan mendebet rekening Piutang Dagang dan mengkredit rekening Kas. Hal ini dilakukan perusahaan dengan alasan sebagai berikut: Pada waktu perusahaan menerima cek dari PT Rosalina, perusahaan mencatat penerimaan cek tersebut dengan mendebet rekening Kas dan mengkredit Piutang Dagang. Setelah perusahaan mendapat pemberitahuan (yang diterima bersama-sama dengan laporan bank) bahwa cek tersebut ternyata kosong, maka penerimaan kas menjadi batal. Oleh karena itu PT Nusantara perlu mengoreksi jurnal yang telah dibuatnya dengan mengkredit kembali rekening kas dan mendebet kembali rekening Piutang Dagang. Apabila jurnal penyesuaian di atas dibukukan ke dalam rekening­rekening yang bersangkutan di buku besar, maka pembukuan PT Nusantara akan memberikan gambaran yang seharusnya.
Lembar Latihan Praktik:
Menurut catatan perusahaan PT Macan Tutul, bahwa saldo simpanan di Bank Mandiri pada tanggal 30 September 2003 sebesar Rp. 9.696.000,00. Sedangkan menurut catatan dari Bank Mandiri menunjukkan saldo sebesar Rp. 12.404.000,00. Perbedaan tersebut setelah diteliti disebabkan karena:
a. Bank berhasil menagihkan piutang perusahaan dari debiturnya sebesar Rp. 4.000.000,00 dikurangi biaya tagih Rp. 80.000,00 sehingga menambah simpanan sebesar Rp. 3.920,000,00. Terhadap peristiwa ini perusahaan belum sempat diberitahu.
b. Perusahaan memperoleh bunga atas simpanannya di bank sebesar Rp. 128.000,00. Penambahan ini belum diberitahu kepada perusahaan.
c. Terdapat Deposit in transit sebesar Rp. 1.500.000,00
d. Terdapat Outstanding Cek sebesar Rp. 960.000,00
e. Perusahaan memperoleh sebuah cek seharga Rp. 800.000,00 sebagai hasil penagihan piutangnya kepada tuan Handoyo. Cek tersebut sudah dikirim ke

bank
untuk
menambah
simpanan,
tetapi
ternyata
oleh
bank
yang
bersangkutan
cek
tersebut
dinyatakan
cek
kosong.
Hal
ini
belum
diberitahukan kep[ada perusahaan.







Berkenaan dengan data di atas, anda diminta menyusun:
1. Daftar rekonsiliasi bank per 30 September 2003.
2. Buku jurnal penyesuaian sesuai dengan rekonsiliasi yang disusun.

Di atas telah disinggung, bahwa kas tidak hanya terdiri atas uang tunai saja, tetapi juga meliputi cek, poswesel, bank draft, dan simpanan di bank dalam bentuk rekening giro.

Saldo menurut catatan Bank Rp. 12.404.000,00
(1) Dikurangi:Penagihan piutang Rp. 40.000.000,00
Biaya tagih
Rp.
80.000,00


Rp.
3.920.000,00


Rp.
8.484.000,00
(2) Dikurangi:


Bunga simpanan

Rp.
128.000,00


Rp.
8.356.000,00
(2) Ditambah:


Deposit in transit

Rp.
1.500.000,00


Rp.
9.856.000,00
(2) Dikurangi:


Outstanding cek

Rp.
960.000,00


Rp.
8.896.000,00
(2) Ditambah:


Cek kosong

Rp.
800.000,00



Rp. 9.696.000,00


=============

Jumlah tersebut sudah sesuai dengan saldo kas Menurut catatan perusahaan PT MACAN TUTUL Rp. 9.696.000,00
Jurnal Penyesuaian:
1. Penagihan piutang:Kas Rp. 3.920.000,00 Biaya Tagih Rp. 80.000,00
Piutang Dagang Rp. 4.000.000,00
2. Penerimaan bunga:
Kas Rp. 128.000,00 Pendapatan bunga Rp. 128.000,00
3. Cek Kosong:

Piutang Dagang Rp. 800.000,00 Kas Rp. 800.000,00
b. Uraian Materi 3
Dana Kas Kecil
Salah satu prinsip pokok dalam pengawasan terhadap pengeluaran kas, yakni semua pengeluaran kas hendaknya dilakukan dengan menggunakan cek. Namun demikian, terdapat pengecualian atas prinsip tersebut apabila pengeluaran kas dilakukan melalui kas kecil. Sebagaimana diketahui, hampir semua perusahaan melakukan pengeluaran kas yang jumlah rupiahnya relatif kecil, seperti pengeluaran kas untuk biaya pos, telegram, pembelian jenis-jenis perlengkapan ATK, perjalanan dinas, dan sebagainya. Jika pengeluaran untuk hal-hal tersebut dilakukan dengan cek, maka jumlah lembar cek yang dibuat untuk pengeluaran-pengeluaran kecil semacam itu akan banyak sekali. Hal ini selain menyebabkan pemborosan waktu, juga mahal. Oleh karena itu, agar perusahaan tidak perlu menarik cek untuk setiap pengeluaran kas yang jumlahnya kecil, maka perusahaan perlu membentuk suatu kas kecil yang disediakan khusus untuk itu.
Untuk membuat kas kecil, perusahaan harus menaksir jumlah kas yang diperlukan untuk suatu jangka waktu tertentu, misalnya untuk keperluan seminggu atau sebulan. Selanjutnya perusahaan mengeluarkan cek dan menguangkannya di bank untuk mengisi dana kas kecil tersebut. Atas pengeluaran cek ini dibuat jurnal sebagai berikut:
Kas Kecil ……………….. Rp.xxx
Kas ………………………….. Rp.xxx

Kode Modul: AK.26.E.1-2: Kas dan Surat Berharga
Dana kas kecil dikelola oleh seorang petugas yang disebut pemegang kas kecil. Pemegang kas kecil inilah yang bertanggung jawab atas penyimpanan dan pemakaian kas kecil.
Pemegang kas kecil biasanya menyimpan kas dalam peti penyimpan uang yang dilengkapi dengan kunci pengaman. Apabila kas kecil akan digunakan, maka sebelumnya perlu dibuat dokumen yang disebut bukti pengeluaran kas kecil (lihat Gambar 1-7). Dokumen ini harus ditandatangani oleh orang yang menerima kas kecil, dan disimpan oleh pemegang kas dalam peti uang. Dengan cara seperti ini, jumlah pemakaian kas menurut bukti pengambilan kas ditambah dengan sisa kas yang ada dalam peti uang, harus sama dengan jumlah dana kas kecil yang ditetapkan perusahaan.
Kode Modul: AK.26.E.1-2: Kas dan Surat Berharga
Gambar 1-7 Bukti Pengeluaran Kas Kecil No.17 Rp.10.000,00
BUKTI PENGELUARAN KAS KECIL
Tanggal 2 Nov 1992
Untuk: Pembersihan kaca

Dibebankan pada Biaya Umum Lain-lain
Disetujui oleh: Diterima oleh:
(Gunawan) (Suratno)
Setiap pemakaian kas kecil akan mengurangi jumlah uang dan menambah jumlah bukti pengeluaran kas dalam peti uang. Apabila kas kecil hampir habis, maka kas kecil harus segera diisi kembali. Untuk melakukan pengisian kembali, pemegang kas kecil harus menunjukkan bukti-bukti pengambilan kas kecil dari periode sebelumnya kepada kasir perusahaan. Kasir akan membubuhkan cap “Telah Dibayar” pada setiap bukti pengambilan kas kecil, agar bukti tersebut tidak dapat digunakan lagi. Selanjutnya kasir menarik cek sebesar total pengeluaran kas kecil. Jika cek ini telah diuangkan, maka jumlah uang dalam peti uang akan kembali seperti semula, dan siap digunakakan untuk pemakaian pada periode berikutnya.
Pada saat terjadi pemakaian kas kecil, perusahaan belum mencatat transaksi tersebut, tetapi pemegang kas kecil menyuimpan bukti pengeluarannya. Jika kas kecil diisi kembali dan kasir mengeluarkan cek untuk mengisinya, maka pada saat itu dibuat jurnal dengan mendebet reeking-rekening biaya atau rekening lainnya dan mengkredit rekening Kas.
Pengoperasian kas kecil seperti dilukiskan di atas (yang biasa disebut imprest system) meliputi (1) pembentukan kas kecil, (2) melakukan pembayaran melalui kas kecil, dan (3) pengisian kembali kas kecil.
Dalam sistem pencatatan dana kas kecil yang lain yang disebut dengan sistem Fluktuasi memiliki perbedaan dalam hal pencatatannya. Setiap pengeluaran kas kecil akan didebet pada rekening-rekening biaya dan dikredit pada rekening kas kecil. Oleh sebab itu saldo dana kas kecil pada akhir periode pembukuan dimungkinkan adanya jumlah saldo yang berubah-ubah (naik/turun). Pencatatan terhadap pengisian awal maupun pengisian kembali kas kecil adalah sama yaitu didebet untuk rekening kas kecil dan dikredit untuk rekening kas.
Pembentukan Kas Kecil
Hal yang paling penting dalam pembentukan kas kecil adalah penunjukan petugas sebagai pemegang kas kecil. Selain itu perusahaan juga harus menetapkan jumlah dana kas kecil. Sebagai contoh, misalkan pada tanggal 1 Maret PT SINAR SAKTI membentuk dana kas kecil sebesar Rp 100.000,00, maka jurnal yang harus dibuat untuk mencatat pembentukan dana kas kecil ini adalah sebagai berikut:
Maret 1 Kas kecil………………….. RP 100.000,00 Kas………………………... RP 100.000,00 (untuk mencatat pembentukan kas kecil)
Buku Cek kemudian diuangkan ke bank oleh pemegang kas kecil dan uangnya di simpan dalam tempat penyimpanan yang terkunci. Selama perusahaan tidak mengubah jumlah dana kas kecil, maka tidak ada jurnal lain yang berhubungan dengan rekening kas kecil.
Pembayaran Melalui Kas Kecil
Pemegang kas kecil mempunyai kewenangan untuk melakukan pengeluaran kas dengan menggunakan uang yang terdapat dalam kas kecil sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen. Biasanya manajemen membuat ketetuan tentangjumlah batasan
Kode Modul: AK.26.E.1-2: Kas dan Surat Berharga
maksimum pengeluaran untuk tiap transaksi yang diijinkan dan dilarang-larang tertentu, misalnya kas kecil tidak boleh digunakan untuk memberi pinjaman kepada karyawan. Setiap pembayaran yang dilakukan melalui kas kecil harus didokumentasikan dengan menggunakan bukti pengeluaran kaks kecil (atau Voucher kas kecil ) seperti terlihat pada gambar 1-7 di atas.
Bukti pengeluaran kas kecil harus ditandatangani oleh pemegang kas kecil maupun oleh orang yang melakukan pengeluaran. Bila tersedia bukti pendukung lain seperti kwitansi penerimaanpembayaran atau faktur, maka bukti­bukti pendukung tersebut harus dilampirkan pada bukti pengeluaran kas kecil.
Bukti-bukti pengeluaran kas kecil harus disimpan pada tempat penyimpanan uang sampai kas kecil diisi kembali. Oleh karena itu jumlah rupiah dari seluruh bukti pengeluaran dan jumlah uang yang terdapat dalam kas kecil harus selalu sama dengan jumlah dana kas kecil yang tetapkan perusahaan (dalam contoh di atas Rp. 100.000,00). Dengan demikian perusahaan setiap saat dapat mengawasi pengelolaan kas kecil. Biasanya akuntan internal perusahaan melakukan pemeriksaan mendadak dengan cara mencocokkan jumlah uang yang ada dalam peti uang ditambah jumlah rupiah dari bukti-bukti pengeluaran dengan jumlah dana kas kecil yang ditetapkan perusahaan. Pada saat terjadi pemakaian kas kecil, perusahaan tidak membuat jurnal. Pengaruh tiap transaksi pemakaian kas kecil akan dicatat pad waktu kas kecil diisi kembali.
Pengisian Kembali Kas Kecil
Apabila uang yang terdapat dalam dana kas kecil mencapai tingkat minimum, maka dana harus diisi kembali. Permintaan pengisian kembali dilakukan oleh pemegang kas kecil. Untuk itu pemegang kas kecil harus menyiapkan daftar (pemakaian) kas kecil yang telah dilakukan dengan dilampiri bukti-bukti pendukung pengeluaran kas kecil. Permintaan pengisian kembali kas kecil diajukan kepada bendahara perusahaan yang akan meneliti keabsahan pengeluaran kas kecil yang telah dilakukan. Apabila segala sesuatunya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan, maka bendahara memberi tanda persetujuan pada formulir permintaan pengisian kembali dan menarik cek sebesar jumlah kas kecil yang telah digunakan sehingga jumlah uang dalam dana kas kecil akan kembali pada jumlah semula.
Sebagai contoh, misalkan pada tanggal 15 Maret pemegang kas kecil mengajukan permintaan kembali kas kecil sebesar Rp.87.000,0 00 yang dilampiri dengan bukti-bukti pengeluaran kas kecil berupa biaya pos Rp.44.000,00 biaya angkut pembelian Rp.18.000,00, perlengkapan kantor Rp.20.000,00 dan macam­macam biaya lainnya Rp.5.000,00. Jurnal yang harus dibuat untuk pengisian kembali kas kecil tersebut sebagai berikut:
Maret 15
Biaya Pos …………..
Rp. 44.000,00

Biaya Angkut Pembelian
Rp. 18.000,00

Perlengkapan Kantor…
Rp. 20.000,00

Macam-macam biaya
Rp.
5.000,00

Kas …………
Rp. 87.000,00

(untuk mengisi kembali dana kas kecil)
Dari jurnal pengisian kembali kas kecil di atas terlihat bahwa rekening Kas Kecil tidak terpengaruh. Pengisian kembali akan mempengaruhi komposisi dana berupa penggantian bukti-bukti pengeluaran dengan uang, tetapi tidak mempengaruhi saldo dana kas kecil.
Dalam pengisian kembali kas kecil, kadang-kadang terjadi kekurangan atau kelebihan kas. Dengan menggunakan data dalam contoh di atas, uang yang seharusnya tersisa dalam peti adalah Rp.13.000,00 (Ro,100.000,00 – Rp. 87.000,00). Bila uang yang sesungguhnya ada dalam peti hanya Rp.12.000,00, maka pengisian kembali harus dilakukan sebesar Rp.88.000,00 agar dana kembali menjadi Rp. 100.000,00. Untuk itu perlu disediakan rekening khusus yang disebut rekening Selisih Kas (kadang-kadang disebut rekening Kekurangan dan Kelebihan Kas).
Jika terjadi kekurangan kas, maka rekening Selisih Kas harus didebet, sebaliknya bila uang yang ada dalam peti berjumlah Rp. 14.000,00, maka pengisian kembali yang diperlukan hanya Rp. 86.000,00. Dalam hal demikian rekening Selisih Kas harus dikredit. Saldo debet rekening Selisih Kas dilaporkan dalam laporan rugi-laba sebagai biaya lain-lain, sedangkan saldo kredit rekening Selisih Kas dilaporkan dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan lain-lain.
Kode Modul: AK.26.E.1-2: Kas dan Surat Berharga
Dana kas kecil harus diisi kembali pada setiap akhir tahun buku, tanpa memandang jumlah kas yang masih tersisa. Pengisian kembali pada akhir tahun buku diperlukan agar semua pengeluaran yang terjadi seja pengisian yang terakhir sampai akhir tahun buku dapat dilaporkan dalam laporan keuangan.
Penerapan cara pengelolaan kas kecil seperti dilukiskan di atas akan memperkuat pengendalian internal karena (1) akuntan internal dapat melakukan pemeriksaan mendadak untuk menghitung kecookkan kas yang sesungguhnya ada dengan yang seharusnya ada dalam kas kecil, dan (2) bukti-bukti pengeluaran kas tidak mungkin dapat digunakan kembali untuk meminta penggantian kas, karena bukti yang telah dipertanggungjawabkan selalu diberi tanda “Telah Dibayar”.
DAFTAR PUSTAKA

Baridwan, Zaki. 1992. Intermediate Accounting, Edisi ke 7. Yogyakarta: BPFE – Yogyakarta.
Proyek Pengembangan Pendidikan Akuntansi, 1988. Akuntansi Keuangan. Jakarta: Proyek PPA, Depdikbud.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juni 1999, Buku Satu dan Buku Dua. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Salim, Peter dan Yenny Salim, 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi pertama. Jakarta: Modern English Press.
Sembiring, Y. dan Sembiring, L., 1987. Soal-soal dan Pembahasan Intermediate Accounting. Bandung: Pionir Jaya.
Smith, J.M. dan Skousen, K.F., 1977. Intermediate Accounting, Comprehensive volume, Sixth Edition, Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.
Munandar, M., 1981. Pokok Intermediate Accounting, Edisi 4. Yogyakarta: Liberty Offset.