Minggu, 21 Juni 2009

Mengerjakan Prosedur Akuntansi Persediaan

Mengerjakan Prosedur Akuntansi Persediaan
Penyusun Dian Anita Nuswantara
Editor Suwarno Hari Purnomo

BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2003






B. Uraian Materi 1
Istilah persediaan dalam akuntansi ditujukan untuk menyatakan suatu jumlah aktiva berwujud (tangible assets) yang memenuhi kriteria (PSAK: Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia No. 14) yang menyatakan bahwa persediaan adalah aktiva: a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. b) dalam proses produksi dan atau perjalanan atau c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam
proses produksi atau pemberian jasa.
KLASIFIKASI PERSEDIAAN
Berdasarkan kriteria di atas, persediaan mencakup unsur-unsur sebagai berikut: a) Barang dagangan yaitu barang yang dibeli oleh perusahaan dari pihak lain
dalam kondisi sudah siap untuk dijual tanpa melakukan pemrosesan lebih lanjut. Misalnya persediaan pedagang mobil akan terdiri dari mobil,
persediaan toko bahan makanan akan terdiri dari sayur, daging, makanan/minuman dalam kaleng, bahan roti dan kue, dan lain-lain.
b) Bahan baku adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan dalam keadaan harus dikembangkan/diproses lebih lanjut yang akan menjadi bagain utama dari barang jadi. Misalnya untuk memproduksi sepeda maka bahan baku yang dibutuhkan adalah pipa baja.
c) Bahan pembantu adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan dalam rangka mendukung proses produksi sampai menjadi barang jadi. Misalnya aksesoris perlengkapan sepeda merupakan bahan pembantu bagi pembuatan sepeda.
d) Barang dalam proses adalah bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi tetapi belum selesai diolah, sehingga baru menyerap sebagian biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Barang dalam proses dapat dilihat ketika anda berkunjung ke sebuah pabrik yang sedang dalam proses produksi, misalnya pipa baja yang sedang diproses dengan mesin agar menjadi bentuk yang diharapkan.
e) Barang jadi adalah produk selesai yang dihasilkan dari suatu pengolahan produk dan telah menyerap biaya bahan, biaya tenaga kerja serta biaya overhead pabrik secara tuntas. Misalnya penyelesaian akhir dari sebuah sepeda sehingga menjadi sepeda yang siap untuk dijual.


PENGENDALIAN INTERNAL PERSEDIAAN
Pengendaian internal atas persediaan merupakan hal yang penting,
terutama bagi perusahaan dagang karena nilainya sangat material. Oleh
karena itu umumnya perusahaan menerapkan pengendalian internal atas
persediaan sebagai berikut:
a) Perhitungan fisik persediaan dilakukan paling tidak satu tahun sekali, apapun sistem pencatatan persediaan yang digunakan.
b) Membuat prosedur pembelian, penerimaan, dan pengiriman yang seefektif mungkin. c) Menyimpan persediaan dengan baik, untuk menghindarkan persediaan dari pencurian, kerusakan atau penyusutan nilai persediaan. d) Membatasi akses persediaan pada orang yang tidak mempunyai akses pada pencatatan persediaan. e) Menggunakan sistem perpetual untuk persediaan yang mempunyai nilai
tinggi. f) Membeli persediaan dalam jumlah ekonomis. g) Menyimpan persediaan dalam jumlah yang memadai sehingga
menghindari terjadi kekurangan persediaan yang menyebabkan hilangnya penjualan namun juga tidak menyimpan persediaan terlalu banyak sehingga menimbun dana pada persediaan.
Penghitungan fisik setidaknya setiap tahun harus dilakukan karena kita akan dapat mengetahui secara pasti jumlah persediaan yang masih ada di tangan. Hal ini perlu karena sistem akuntansi yang baik pun masih mungkin terjadi kesalahan, misalnya karena ketidaksengajaan terjadi kesalahan pencatatan. Oleh karena itu penghitungan fisik persediaan dimaksudkan untuk mengoreksi kesalahan tersebut. Jika terjadi kesalahan pencatatan maka akan dibuat penyesuaian sehingga pada akhirnya saldo persediaan menurut pencatatan akan sama dengan perhitungan fisik.
Pemisahan antara pegawai yang menangani persediaan dari catatan akuntansi merupakan hal yang penting, karena petugas yang mempunyai akses pada persediaan dan juga akuntansinya akan dapat mencuri barang dari gudang dan mengubah catatan akuntansinya untuk menutupi kecurangannya.
Sistem persediaan yang terkomputerisasi dapat membantu perusahaan menjaga jumlah persediaan sehingga tidak kekurangan dan tidak pula terlalu banyak.
Kepemilikan Persediaan
Suatu barang dikatakan sebagai persediaan jika barang tersebut benar­benar dimiliki oleh perusahaan tanpa memandang lokasi persediaan tersebut. Agar dapat disusun laporan keuangan secara wajar, maka harus ditentukan apakah suatu elemen persediaan sudah secara sah menjadi hak milik perusahaan. Masalah yang mungkin terjadi pada akhir periode dalam rangka menentukan status kepemilikan persediaan, yakni antara lain:

a) Barang dalam perjalanan (Goods in transit)
Masalah yang timbul apabila barang masih dalam perjalanan adalah sulitnya menentukan apakah barang tersebut masih menjadi hak milik penjual atau sudah menjadi hak milik pembeli. Untuk mengatasi hal ini, maka dua syarat penyerahan barang digunakan sebagai dasar penentuan, yaitu FOB Shipping Point atau FOB Destination. FOB Destination Point, artinya biaya angkut barang dimulai dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak penjual. Ini berarti bahwa barang-barang dalam perjalanan masih merupakan hak milik penjual. FOB Shipping Point, artinya biaya angkut barang dimulai dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak pembeli, ini berarti pembeli adalah pemilik dari barang-barang yang masih dalam perjalanan. Oleh karena itu dalam menentukan saldo persediaan untuk satu periode perusahaan harus mencatat jumlah barang dagangan dalam perjalanan.

b) Barang Konsinyasi
Perjanjian konsinyasi mengijinkan suatu perusahaan lain untuk menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus membeli persediaan tersebut. Dengan perjanjian ini, pemasok memberikan persediaan untuk dijual kembali dengan menahan kepemilikan persediaan sampai terjualnya persediaan tersebut. Barang-barang konsinyasi masih tetap dilaporkan sebagai bagian dari persediaan pemiliknya sampai barang tersebut dijual kepada pihak ketiga. Barang­barang ini dilaporkan sebesar harga perolehannya (cost) di tambah biaya­biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan barang tersebut dari gudang pemilik ke gudang perusahaan yang menjualkannya.
Kepemilikan Persediaan
Sebagai pedoman umum, barang yang masuk sebagai persediaan adalah barang yang benar-benar dimiliki oleh perusahaan tanpa memandang lokasi persediaan tersebut. Agar dapat disusun laporan keuangan secara wajar, maka harus ditentukan apakah suatu elemen persediaan sudah secara sah menjadi hak milik perusahaan. Masalah yang mungkin terjadi pada akhir periode dalam rangka menentukan status kepemilikan persediaan, yakni antara lain:

a. Barang dalam perjalanan (Goods in transit)
Masalah yang timbul apabila barang masih dalam perjalanan adalah sulitnya menentukan apakah barang tersebut masih menjadi hak milik penjual atau sudah menjadi hak milik pembeli. Untuk mengatasi hal ini, maka dua syarat penyerahan barang digunakan sebagai dasar penentuan, yaitu FOB Shipping Point atau FOB Destination. FOB Destination Point, artinya biaya angkut barang dimulai dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak penjual. Ini berarti bahwa barang-barang dalam perjalanan masih merupakan hak milik penjual. FOB Shipping Point, artinya biaya angkut barang dimulai dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak pembeli, ini berarti pembeli adalah pemilik dari barang-barang yang masih dalam perjalanan. Oleh karena itu, dalam menentukan saldo persediaan untuk satu periode perusahaan harus mencatat jumlah barang dagangan dalam perjalanan.

b. Barang Konsinyasi
Perjanjian konsinyasi mengijinkan suatu perusahaan lain untuk menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus membeli persediaan tersebut. Dengan perjanjian ini, pemasok memberikan persediaan untuk dijual kembali dengan menahan kepemilikan persediaan sampai terjualnya persediaan tersebut. Barang­barang konsinyasi masih tetap dilaporkan sebagai bagian dari persediaan pemiliknya sampai barang tersebut dijual kepada pihak ketiga. Barang­barang ini dilaporkan sebesar harga perolehannya (cost) di tambah biaya­biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan barang tersebut dari gudang pemilik ke gudang perusahaan yang menjualkannya.


MENENTUKAN BIAYA PERSEDIAAN
Persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan tergantung dari jenis usahanya. Misalnya suatu perusahaan dagang hanya memiliki satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagangan, sedang perusahaan industri akan memiliki lebih dari satu jenis persediaan. Oleh karena itu adalah penting untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan harga perolehan persediaan atau biaya persediaan. Menurut PSAK no 14 biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition). Sedangkan biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak) dan biaya pengangkutan, penanganan dan biaya lainya secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa di kurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
Dalam hal persediaan adalah bahan baku atau barang yang diperoleh untuk dijual kembali maka biaya termasuk didalamnya adalah harga pembelian, biaya angkut, biaya asuransi, pajak dan biaya penyimpanan. Dalam hal persediaan adalah barang dalam proses maka biaya terdiri dari bahan baku, tenaga kerja produksi dan sebagian overhead pabrik yang diharuskan untuk menjaga pabrik tetap berjalan. Dalam hal persediaan adalah barang jadi maka biaya terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead yang digunakan dalam proses produksi barang tersebut.
Harga Pokok Penjualan
Tujuan pokok akuntansi persediaan adalah menetapkan secara layak hasil usaha selama satu periode dengan mengaitkan pendapatan terhadap biaya untuk memperoleh dan mempertahankan penghasilan tersebut. Dalam akuntansi persediaan harus ditentukan apakah suatu persediaan merupakan beban atau merupakan aktiva. Jika persediaan telah terjual maka persediaan tersebut akan dilaporkan sebagai beban atau merupakan komponen dari harga pokok penjualan, sebaliknya jika persediaan tersebut masih merupakan milik perusahaan (belum terjual) maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar perusahaan.
Menurut PSAK no 14, jika barang dalam persediaan di jual, maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Proses pengakuan nilai tercatat persediaan yang telah dijual sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban dengan pendapatan.
Oleh karena itu dalam menentukan besarnya laba harus dihitung terlebih dahulu besarnya harga pokok penjualan. Persediaan yang dibeli atau dibuat selama suatu periode ditambahkan ke persediaan awal dan jumlah biaya persediaan ini disebut dengan harga pokok barang tersedia untuk dijual. Pada akhir periode akuntansi, jumlah biaya yang tersedia untuk dijual dialokasikan antara persediaan yang masih tersisa (dicatat di neraca sebagai aktiva) dan persediaan yang dijual selama periode (dilaporkan dalam laba rugi sebagai biaya, harga pokok penjualan). Secara ringkas dapat kita ilustrasikan sebagai berikut:


Dalam menentukan harga perolehan dan harga pokok persediaan akan dipengaruhi oleh sistem pencatatan dan system penilaian persediaan yang digunakan oleh perusahaan.

C. Rangkuman Materi 1
Persediaan merupakan aktiva lancar perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, masih dalam proses produksi untuk diselesaikan dan atau dalam perjalanan, serta dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Persediaan dapat dikelompokkan sebagai persediaan barang dagangan persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Dalam menentukan status kepemilikan harus memperhatikan syarat pengiriman barang, apakah FOB Shipping Point ataukah FOB Destination.
Dalam menentukan laba/rugi perusahaan terlebih dahulu ditentukan harga pokok penjualan yang terdiri atas persediaan awal ditambah pembelian
dikurangi retur dan potongan pembelian, kemudian dikurangi dengan persediaan akhir, dimana proses perhitungan ini akan dipengaruhi oleh metode pencatatan dan penilaian persediaan.

Dalam menentukan harga perolehan dan harga pokok persediaan akan dipengaruhi oleh sistem pencatatan dan system penilaian persediaan yang digunakan oleh perusahaan.

C. Rangkuman Materi 1
Persediaan merupakan aktiva lancar perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, masih dalam proses produksi untuk diselesaikan dan atau dalam perjalanan, serta dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Persediaan dapat dikelompokkan sebagai persediaan barang dagangan persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Dalam menentukan status kepemilikan harus memperhatikan syarat pengiriman barang, apakah FOB Shipping Point ataukah FOB Destination.
Dalam menentukan laba/rugi perusahaan terlebih dahulu ditentukan harga pokok penjualan yang terdiri atas persediaan awal ditambah pembelian
dikurangi retur dan potongan pembelian, kemudian dikurangi dengan persediaan akhir, dimana proses perhitungan ini akan dipengaruhi oleh metode pencatatan dan penilaian persediaan.

SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN
Untuk dapat menetapkan nilai persediaan pada akhir periode dan menetapkan biaya persediaan selama satu periode, sistem persediaan yang digunakan adalah:
1.1. Sistem Periodik (physical), yaitu pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara phisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir. Perhitungan tersebut meliputi pengukuran dan penimbangan barang­barang yang ada pada akhir suatu periode untuk kemudian dikalikan dengan suatu tingkat harga/biaya. Perusahaan yang menerapkan sistem periodik umumnya memiliki karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil. Sebagai ilustrasi adalah kios majalah di sebuah pusat perkantoran dan pertokoan yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris handphone, dan gantungan kunci. Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif kecil sehingga tidaklah efisien jika harus mencatat setiap transaksi yang nilainya kecil namun frekuensi transaksi tinggi. Meskipun demikian sebenarnya pada saat ini alasan tersebut dapat diabaikan dengan adanya teknologi komputer yang meMudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi, misalnya seperti di toko retail.
2.2. Sistem Permanen (Perpetual), yaitu melakukan pembukuan atas persediaan secara terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi persediaan baik pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali digunakan dalam hal persediaan memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengatur pemesanan kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu. Misalnya persediaan alat rumah tangga elektronik (mesin cuci, kulkas, microwave)

Perbedaan penggunaan kedua metode adalah pada akun yang digunakan untuk mencatat pembelian persediaan. Pada system pencatatan periodik pembelian persediaan dicatat dengan mendebit akun pembelian sehingga pada kahir periode akan dilakukan penyesuaian untuk mencatat harga pokok barang yang dijual dan melaporkan nilai persediaan pada akhir periode. Contoh, pembelian secara tunai selama tahun 2003 senilai Rp1.000.000,00. Persediaan akhir periode 2002 adalah Rp250.000,00. Perhitungan fisik menunjukkan saldo persediaan pada akhir 2003 adalah Rp300.000,00. Maka jurnal yang dibuat sbb:
Pembelian
1.000.000


Kas


1.000.000
(mencatat pembelian persediaan selama tahun2002)

Jurnal penyesuaian yang dibuat:

Harga pokok persediaan yang dijual
250.000


Persediaan (awal)


250.000
(menyesuaikan persediaan awal periode)

Harga pokok persediaan yang dijual
1.000.000


Pembelian


1.000.000
(menyesuaikan pembelian persediaan terhadap harga pokok)

Persediaan (akhir) Harga pokok persediaan yang dijual
300.000

300.000
(menyesuaikan persediaan akhir periode)


Apabila perusahaan menggunakan system perpertual maka tidak diperlukan jurnal penyesuain seperti di atas karena pembelian dan penjualan langsung dicatat ke akun persediaan sehingga harga pokok persediaan yang dijual maupun nilai persediaan akhir sudah tercermin dalam buku besar.
Persediaan
1.000.000

Kas

1.000.000
(mencatat pembelian persediaan selama tahun 2002)

Harga pokok persediaan yang dijual
950.000

Persediaan

950.000
(mencatat harga pokok barang yang dijual)*


* perhitungan harga pokok barang yang dijual = 250.000+1.000.000-300.000

PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN (SISTEM PERIODIK)
Dalam penentuan nilai persediaan dapat digunakan beberapa metode, yaitu:
1. Metode Harga Pokok Spesifik Metode ini digunakan untuk persediaan yang dapat diidentifikasikan secara individu dan dapat ditentukan asal pembeliannya serta harga pokoknya sesuai dengan harga beli yang sesungguhnya. Metode ini seringkali digunakan oleh perusahaan yang menjual barang dengan harga mahal dan setiap barang memiliki identitas, seperti mobil.
Ilustrasi 1: Menentukan nilai persediaan dengan metode harga pokok spesifik.

1) Jurnal untuk mencatat pembelian: Pembelian (Mobil A) Rp 40.000,00 Pembelian (Mobil B) Rp 50.000,00 Pembelian (Mobil C) Rp 180.000,00 Kas ( Hutang) Rp 270.000,00
2) Jurnal untuk mencatat penjualan: Kas ( Piutang ) Rp 45.000,00 Penjualan Rp 45.000,00
3) Menentukan persediaan akhir: Mobil yang belum terjual adalah mobil B dan Mobil C yang nilai belinya adalah:
Rp. 50.000,00 + Rp. 180.000,00 = Rp. 230.000,00 4) Melaporan Persediaan dalam neraca akhir:

2. Metode First In First Out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) Di dalam metode ini biaya persediaan yang paling awal yang ada terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Dengan demikian barang yang ada dalam persediaan dianggap berasal dari pembelian­pembelian sebelumnya dianggap telah dijual atau dikeluarkan.
Ilustrasi 2: Menentukan nilai persediaan dengan metode FIFO/MPKP. Transaksi perdagangan PT. TOTO, Jakarta dalam bulan Januari 2002:
01/1 Saldo
10 unit @ Rp 10.000,00
10/1 Pembelian
25 unit @ Rp 20.000,00
20/1 Pembelian
5 unit @ Rp 30.000,00
Total
40 unit
25/1 Penjualan
30 unit

31/1 Sisa di gudang 10 unit (dihitung secara fisik di gudang).
Harga Pokok Penjualan untuk 30 unit yang terjual adalah: 10 unit @ Rp. 10.000,00 + 20 unit @ Rp. 20.000,00

3. Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) Metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Jadi metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO.
Ilustrasi 3: Menentukan nilai persediaan dengan metode LIFO/MTKP. Transaksi perdagangan PT. TATA, Jakarta dalam bulan Januari 2002:
01/1 Saldo
10 unit @ Rp 10.000,00
10/1 Pembelian
25 unit @ Rp 20.000,00
20/1 Pembelian
5 unit @ Rp 30.000,00
Total
40 unit
25/1 Penjualan
30 unit

31/1 Sisa di gudang 10 unit (dihitung secara fisik di gudang)
Harga Pokok Penjualan untuk 30 unit yang terjual adalah:

5 unit @ Rp. 30.000,00 + 25 unit @ Rp. 20.000,00 Maka nilai persediaan atas dasar metode LIFO adalah: 10 unit @ Rp. 10.000,00 = Rp. 100.000,00
4. Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang Dalam metode rata-rata tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual total kuantitasnya, atau dengan rumus:

Ilustrasi 4: Menentukan nilai persediaan dengan metode Rata-rata Tertimbang. Transaksi perdagangan PT. BABBU, Jakarta bulan Januari 2000:
01/1 Saldo
10 unit @ Rp 10.000,00
= Rp. 100.000,00
10/1 Pembelian
25 unit @ Rp 20.000,00
= Rp. 500.000,00
20/1 Pembelian
5 unit @ Rp 30.000,00
= Rp. 150.000,00
Total
40 unit
= Rp. 750.000,00

Harga Rata-rata Tertimbang = Rp. 750.000,00 = Rp. 18.750,00 40 25/1 Penjualan 30 unit @ Rp. 18.750,00 31/1 Sisa di gudang 10 unit (dihitung secara phisik di gudang) Maka nilai persediaan atas dasar metode Rata-rata Tertimbang adalah: 10 unit @ Rp. 18.750,00 = Rp. 187.500,00 Pengaruh metode FIFO, LIFO, Rata-rata Tertimbang terhadap laba. Misalnya, penjualan 30 unit @ Rp. 40.000,-maka dapat dibuat perbandingan berikut di bawah:
Keterangan
FIFO
LIFO
Rerata Tertimbang
Penjualan 30 unit
Rp 1.200.000,00
Rp 1.200.000,00
Rp 1.200.000,00
@ Rp 40.000 per



unit



HP barang yang dapat dijual
Rp 750.000,00
Rp 750.000,00
Rp 750.000,00
Persediaan akhir 10 unit
Rp 250.000,00
Rp 100.000,00
Rp 187.500,00
Harga penjualan
Rp 500.000,00
Rp 650.000,00
Rp 562.500,00
Laba kotor
Rp 700.000,00
Rp 550.000,00
Rp 637.500,00
Ringkasan pengaruh ke tiga metode
Perpersediaan akhir tertinggi HPP terendah.
- Persediaan akhir terendah - HPP tertinggi
Hasil berada diantara hasil FIFO dan LIFO

Laba Kotor
- Laba kotor



terendah


Untuk keperluan pembukuan perusahaan, pemilihan antara metode FIFO, LIFO dan Rata-rata tertimbang tergantung pada kebijakan manajemen. Peraturan perpajakan di Indonesia hanya membolehkan metode FIFO atau rata-rata tertimbang.
C. Rangkuman Materi 2
Pencatatan persediaan dapat dilakukan dengan system periodic dan perpetual. Perbedaan kedua system adalah pada system periodic pencatatan dilakukan pada akhir periode sedangkan pada sistem perpetual pencatatan dilakukan setiap saat terjadinya transaksi.
Dalam penentuan nilai persediaan dapat digunakan beberapa metode, yaitu Metode Harga Pokok Spesifik, Masuk Pertama Keluar Pertama, Masuk Terakhir Keluar Pertama, Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang, Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang, dan Metode Taksiran.

PENENTUAN KUANTITAS PERSEDIAAN SISTEM PERPETUAL
Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang yang ada di gudang. Persediaan barang pada setiap saat bisa diketahui dari pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga pokoknya.
Sistem perpetual memiliki karakteristik: �Mencatat setiap mutasi. �Akun persediaan menunjukkan nilai persediaan setiap saat. �Memberikan tingkat kontrol yang akurat. �Setiap transaksi penjualan barang, harga pokok barang yang di jual
dihitung dan dicatat pada debet akun “Harga Pokok Penjualan”. �Untuk perusahaan yang memiliki nilai persediaan yang tinggi.

PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN (SISTEM PERPETUAL)
Dalam sistem perpetual, untuk mencatat setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan digunakan kartu persediaan. Dengan kartu ini maka dapat diketahui nilai dan kuantitas setiap jenis persediaan yang dimiliki perusahaan.
Contoh Penggunaan Kartu Persediaan:
KARTU PERSEDIAAN
Nama Perusahaan
: PD TATA
No. Kode Barang
:
Nama Barang
:
No. Kode rek
:
Lokasi
:
Metode
: MPKP





Tanggal

Pembelian

Penjualan

Saldo

19X8
Unit
Harga perunit
Total
Unit
Harga perunit
Total
Unit
Harga perunit

Total
Maret
1
-
-
-
-
-
-
14
Rp 300

Rp 4.200

5
-
-
-
4
Rp 300
Rp 1.200
10
Rp 300

Rp 3.200


-
-
-
9
Rp 300
Rp 2.700
1
Rp 300

Rp 300

7
5
Rp320
Rp1.600
-
-
-
1
Rp 300

Rp 300








5
Rp 320

Rp 1.600

2 1
7

Rp2.310
-
-
-
1
Rp 300

Rp 300


-
-
-
-
-
-
5
Rp 320

Rp 1.600


-
-
-
-
-
-
7
Rp 330

Rp2.310

3 0
-
-
-
1
Rp 300
Rp 300
1
Rp 320

Rp 320





4
Rp 320
Rp1.280
7
Rp 330

Rp2.310
Total

12
-
Rp3.910
18
-
Rp5.480
8
-

Rp2.630

Dalam sistem perpetual, setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan, langsung dicatat ke dalam akun persediaan sebesar harga pokoknya.
Contoh:
1. Transaksi yang terjadi pada PT TATA selama bulan maret 2003 adalah sebagai berikut: Persediaan Rp 51.000.000,00 Pembelian kredit (setelah dikurangi potongan dan retur pembelian) Rp 300.000.000,00 Penjualan kredit
(setelah dikurangi potongan dan retur penjualan) Rp 450.000.000,00 Harga pokok penjualan…………………………………….. Rp 289.000.000,00
Ayat Jurnal:
1.1. Mencatat pembelian secara kredit: Persediaan Rp 300.000.000,00 Hutang Dagang Rp 300.000.000,00
2.2. Mencatat penjualan secara kredit: Piutang Dagang Rp 450.000.000,00 Penjualan Rp 450.000.000,00
3.3. Mencatat penjualan harga pokok barang yangdijual:

Harga pokok penjualan
Rp 289.000.000,00
Persediaan
Rp. 289.000.000,00
4. Pelaporan:




Seperti halnya dalam sistem periodik, dalam sistem perpetual penentuan nilai persediaan didasarkan pada metode harga pokok spesifik, MPKP, MTKP dan rata-rata tertimbang. Contoh penerapan dalam sistem perpetual adalah sebagai berikut:
Ilustrasi 1: Menentukan nilai persediaan dengan metode harga pokok spesifik.

1) Jurnal untuk mencatat pembelian:

Persediaan (Mobil A)
Rp 40.000,00
Persediaan (Mobil B)
Rp 50.000,00
Persediaan (Mobil C)
Rp 180.000,00
Kas (Hutang)
Rp 270.000,00
2) Jurnal untuk mencatat penjualan:

Kas (Piutang)
Rp 45.000,00
Penjualan
Rp 45.000,00
Harga Pokok Penjualan
Rp 40.000,00
Persediaan
Rp 40.000,00
Persediaan
Harga Pokok Penjualan

&
0
2)
40.000
3)
40.000
1)
270.000
&
230.000



270.000

270.000


&
230.000





Ilustrasi 2: Menentukan nilai persediaan dengan metode FIFO/MPKP.
Dalam pencatatan dengan metode Perpektual, setiap transaksi penjualan barang, harga pokok barang yang dijual harus dihitung dan dicatat debet pada akuntansi ”HARGA POKOK PENJUALAN”. Misalnya data persediaan barang PD. MEKAR ABADI selama bulan Mei 2002 melakukan transaksi bisnis sebagai berikut:
Mei 01
Persediaan awal
300 unit @ Rp 40.000,00
5
Pembelian
500 unit @ Rp 41.000,00
10
Penjualan
600 unit @ Rp 50.000,00
17
Pembelian
200 unit @ Rp 42.000,00
22
Pembelian
350 unit @ Rp 42.000,00
28
Penjualan
500 unit @ Rp 52.000,00
30
Pembelian
300 unit @ Rp 43.000,00

Menurut metode Masuk Pertama Keluar Pertama (First In First Out) harga barang yang dijual dihitung sbb:
Harga Pokok Barang yang dijual tanggal 10 Mei, sebanak 600 unit terdiri dari atas: 300 unit dari persediaan awal. Harga Pokok Barang tsb 300 x Rp 40.000,00 = Rp 12.000.000,00
Kekurangannya sebanyak 80 unit, diambil
dari barang yang dibeli 5 Mei.
Harga Pokok Barang tsb. 300 x Rp 41.000,00 = Rp 12.300.000,00 (+)
Jumlah = Rp 24.300.000,00.
Harga Pokok Barang yang dijual tanggal 28 Mei, sebanyak 500 unit terdiri atas: 200 unit dari sisa pembelian tanggal 5 Mei Harga Pokok Barang tsb. 200 x Rp 42.000,00 = Rp 8.200.000,00 Kekurangan diambil dari yang dibeli tanggal 17 Harga Pokok Barang tsb. . 200 x Rp 42.000,00 = Rp 8.200.000,00 100 unit diambil dari yang dibeli tanggal 22 Harga Pokok Barang tsb. 100 x Rp 42.000,00 = Rp 4.250.000,00 (+) Jumlah = Rp 20.850.000,00
Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah harga pokok barang dijual pada bulan Mei 2000 adalah: Rp 24.300.000,00 + Rp 20.850.000,00
= Rp 45.150.000,00
Mutasi barang ini akan tampak dalam kartu persediaan sebagai berikut:
PD . MEKAR ABADI Barang: -­

Satuan: Unit Metode: MPKP

KARTU PERSEDIAAN

Tanggal
DITERIMA
DIKELUARKAN

SALDO

Unit
Harga
Jumlah
Unit
Harga
Jumlah
Unit

Harga
Jumlah


(Rp)
(Rp)

(Rp)
(Rp)


(Rp)
(Rp)
2000










Mei 1






300

40.000
12.000.000
5
500
41.00
20.000.000



300 500

40.000 41.000
12.000.000 20.500.000
10



300 300
41.000 40.000
12.000.000 12.300.000
200

41.000
8.200.000
17
200
42.000
8.400.000



200 200

41.000 42.000
8.200.000 8.400.000
22
350
42.500
14.875.00



200

41.000
8.200.000







200

42.000
8.400.000







350

42.500
14.875.000
28



200
41.000
8.200.000








200
42.000
8.400.000








100
42.500
4.250.000
250

42.500
10.625.000
30
300
43.000
12.900.000



250 300

42.500 43.000
10.625.000 12.900.000
Mei 31 Jumlah
1.350

56.675.000
1100

45.150.000
550


23.525.000

Menurut metode MPKP dan metode perpektual, dalam kartu persediaan tampak harga pokok penjualan pada bulan Mei 2002 Rp 45.150.000,00. Sementara persediaan pada 31 Mei berjumlah Rp 23.525.000,00 yang terdiri atas 250 unit @ Rp 42.500,00 dan 300 unit @ Rp 43.000,00.
Ilustrasi 3: Menentukan nilai persediaan dengan metode LIFO/MTKP.
Masih terkait dengan contoh data persediaan barang PD. REZEKI ABADI selama bulan Mei 2000, maka dengan metode ini Harga Pokok barang yang dijual dihitung sebagai berikut:
Harga pokok barang yang dijual pada tanggal 10 sebanyak 600 unit terdiri atas:
500 unit dari pembelian tanggal 5 500 x Rp 41.000,00 Rp 20.500.000,00 kekurangannya diambil dari persediaan 100 x Rp 40.000,00 Rp 4.000.000,00 Jumlah Rp 24.500.000,00
Harga pokok barang yang dijual pada tanggal 28 Mei sebanyak 500 unit terdiri atas:
 350 unit yang dibeli tanggal 22 350 x Rp 42.000,00 Rp 14.875.000,00
 kekurangannya diambil dari pem­beli tanggal 17: 150 x Rp 42.000,00 Rp 6.300.000,00
Jumlah Rp 21.175.000,00
Mutasi barang ini tampak dalam kartu persediaan sebagai berikut:

Barang: -­

PD . MEKAR ABADI
Satuan: Unit


Metode: MTKP

KARTU PERSEDIAAN


Tanggal
DITERIMA
DIKELUARKAN
SALDO


Unit
Harga
Jumlah
Unit
Harga
Jumlah
Unit
Harga

Jumlah


(Rp)
(Rp)

(Rp)
(Rp)

(Rp)

(Rp)
2002










Mei 1






300
40.000

12.000.000
5
500
41.00
20.000.000



300 500
40.000 41.000

12.000.000 20.500.000
10



500
41.000
20.500.000
200
40.000












12.000.000




100
40.000
4.000.000
200
41.000

8.200.000
17
200
42.000
8.400.000



200 200
41.00042.000

8.200.000 8.400.000
22
350
42.500
14.875.00



200
41.000

8.200.000







200
42.000

8.400.000







350
42.500












14.875.000
28



350
41.000
8.200.000
200
40.000

8.000.000




150
42.000
63.000.000
50
42.000

2.100.000
30
300
43.000
12.900.000



250
40.500









50
42.000

8.000.000







300
43.000












2.000.000










12.900.000
Mei 31 Jumlah
1.350

56.675.000
1100

45.150.000
550


23.525.000

Ilustrasi 4: Menentukan nilai persediaan dengan metode Rata-rata Bergerak.
Masih terkait dengan contoh data persediaan barang PD. MEKAR ABADI selama bulan Mei 2002, maka dengan metode ini harga beli rata rata persatauan akan berubah setiap terjadi transaksi pembelian barang. Harga
SMK Bidang Bisnis dan Manajemen_PK Akuntansi
rata-rata persatauan barang yang dijual adalah harga rata rata persatuan yang berlaku pada saat terjadi transaksi penjualan. Dari data contoh di atas, harga pokok yang dijual pada tanggal 10 Mei 2002, sebanyak 600 unit dihitung
sebagai berikut:
Persediaan
1 Mei 300 unit @ Rp 40.000,00
= Rp 12.000.000,00
Pembelian 5 Mei 500 unit @ Rp 41.000,00
= Rp 20.500.000,00 (+)
Jumlah 800 unit
= Rp 32.500.000,00
Harga rata rata tiap unit =
Rp 32.500.000,00 800 unit
=
40.625,00
Jadi harga pokok penjualan tanggal 10 Mei 2000,

Sebesar 600 x Rp 40.625,00
= Rp 24.375.000,00

Ilustrasi 5: Menentukan nilai persediaan dengan metode Pengganti. Dengan Metode ini persediaan dinilai berdasarkan harga terendah antara harga beli dengan harga pasar. Metode ini sering disebut dengan singkatan COMWIL (cost market whice ever is lower). Dalam penerapan metode ini, harga pasar pada saat penilaian persediaan, harus selalu diperhatikan.
Contoh:
Misalnya persedian barang PD. MEKAR ABADI pada 31 Desem 2002,
sebanyak 30.000 kg. Dengan total harga beli Rp 60.000.000,00 harga
pasar yang sama pada tanggal 31/12’ 2002, Rp 2.200,00 tiap kg.
Dengan demikian nilai persediaan pada 31/12’ 2000, adalah sebagai
berikut:
-Menurut harga beli, Rp 66.000.000,00
-Menurut harga pasar, 30.000 x Rp 2.000,00 = Rp 60.000.000,00

Dari data di atas terlihat bahwa harga terendah dari kedua tersebut adalah harga pasar yaitu sebesar Rp 60.000.000,00 sehingga nilai persediaan yang dilaporkan dalam neraca adalah sebesar Rp 60.000.000,00.
Metode penilaian harga terendah antara harga beli dan harga pasar (COMWIL), dapat diterapkan untuk:
1.1. Setiap jenis barang
2.2. Masing masing kelompok persediaan barang
3.3. Diterapkan kepada seluruh persediaan barang Sebagai contoh, PD MEKAR ABADI pada 31 Desember 2002 memiliki berbagai macam persediaan yang telah dikelompokkan sebagai berikut:




Harga terendah antara
Jenis barang
Harga beli (cost)
Harga pasar
harga beli harga pasar



perjenis barang
Kelompok A



Barang A -1
Rp 16.400.000,00
Rp 15.200.000,00
Rp. 15.200.000,00
Barang A – 2
Rp 10.800.000,00
Rp 11.568.000,00
Rp. 10.800.000,00
Jumlah
Rp 27.200.000,00
Rp 26.768.000,00
Rp. 26.000.000,00
Kelompok B



Barang B -1
Rp 19.200.000,00
Rp 18.600.000,00
Rp. 18.600.000,00
Barang B – 2
Rp 15.680.000,00
Rp 16.240.000,00
Rp. 15.680.000,00
Jumlah
Rp 34.880.000,00
Rp 34.840.000,00
Rp. 60.280.000,00
Total A + B
Rp 62.080.000,00
Rp 61.608.000,00
Rp. 60.280.000,00

Penerapan metode harga terendah antara harga beli dengan harga pasar “COMWIL” terhadap kelompok kelompok persediaan di atas dapat dilakukan sebagai berikut:
01. Di Terapkan kepada Setiap Jenis Barang Harga terendah untuk setiap jenis barang pada daftar di atas:
12002 sebesar Rp 60.280.000,00
2.2. Diterapakan terhadap masing masing kelompok persediaan barang. Harga terendah untuk setiap kelompok barang di atas adalah:

�Barang A1
Harga pasar
Rp 15.200.000,00
�Barang A2
Harga pasar
Rp 10.800.000,00
�Barang B1
Harga pasar
Rp 18.600.000,00


-Kelompok A
Harga pasar
Rp 26.768.000,00
-Kelompok B
Harga pasar
Rp 34.840.000,00
(+)


Rp 61.608.000,00

a) Jadi nilai persediaan yang dilaporkan dalam neraca Rp 61.608.000,00 b) Diterapakan terhadap seluruh persediaan barang pada daftar di atas
adalah harga pasar sebesar Rp 61.608.000,00 sehingga yang dilaporkan Rp
61.608.000,00.
Memperkirakan Persediaan
Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung persediaan akhirnya pada setiap akhir periode. Walaupun demikian perusahaan tersebut tetap memerlukan laporan keuangan yang dibuat per periode. Karena itu sering perusahaan harus memperkirakan nilai dari persediaan yang dimilikinya. Banjir atau kebakaran dapat menghancurkan persediaan barang, dan untuk mendapatkan ganti rugi dari perusahaan asuransi, perusahaan tersebut harus dapat memperkirakan nilai persediaan tanpa harus menghitung persediaan akhir yang dimilikinya. Metode yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir adalah metode marjin kotor dan metode eceran. Kedua metode ini sering dipakai dalam praktik.
A. Metode Marjin Kotor
Metode marjin kotor adalah metode yang digunakanuntuk memperkirakan nilai persediaan akhir yang didasarkan pada harga pokok penjualan.
Persediaan Awal
+ Pembelian Bersih
= Harga Pokok Persediaan yang dapat dijual
-Persediaan Akhir

= Harga Pokok Penjualan
Dengan mengubah persamaan diatas, maka akan diperoleh model yang berguna untuk memperkirakan dari persediaan akhir yang kita miliki.

Persediaan Awal
+ Pembelian Bersih

= Harga Pokok Persediaan yang dapat dijual
-Harga Pokok Penjualan

= Persediaan Akhir
Misalkan persediaan barang perusahaan habis terbakar. Untuk mendapatkan penggantian asuransi, perusahaan tersebut harus dapat memperkirakan biaya persediaan akhir yang dimiliki pada saat kebakaran. Jika kebakaran tersebut tidak menghancurkan data akuntansi yang dimiliki perusahaan, maka data mengenai persediaan awal dan pembelian netto dapat diambil langsung dari data akuntansi. Data mengenai penjualan, penjualan retur, dan potongan penjualan menunjukan penjualan netto yang dilakukan perusahaan sampai saat terjadinya kebakaran. Dengan menggunakan tingkat marjin kotor(marjin kotor dibagi penjualan netto)yang biasanya didapatkan perusahaan, kita dapat memperkirakan berapa harga pokok penjualan yang kita perkirakan tadi dari harga pokok persediaan yang dapat dijual untuk mendapatkan perkiraan biaya persediaan akhir. Gambar di bawah menggambarkan cara penggunaan metode marjin kotor.

B. Metode eceran
Pengecer seperti toko kecil sampai departement store biasanya menggunakan metode eceran untuk memperkirakan biaya persediaan akhirnya. Seperti metode marjin kotor, metode eceran ini juga didasarkan pada persamaan harga pokok penjualan. Namun, metode eceran mengharuskan perusahaan untuk mencatat pembelian persediaan dengan dua harga, yang pertama pada harga pembeliaan, seperti yang dicatat pada jurnal- jurnal dan buku pembelian, sedangkan kedua dicatat pada harga eceran seperti yang tercatat pada price tag. Hal ini tidak terlalu merepotkan perusahaan, karena biasanya perusahaan eceran menentukan harga eceran dengan menambahkan mark up tertentu pada harga belinya. Misalkan suatu departement store membeli sabuk pria seharga Rp 6.000 kemudian menambahka mark up sebesar Rp 4.000, sehingga harga jual eceran dari sabuk tersebut adlah Rp 10.000. dalam metode eceran ini, nilai persediaan akhir dari perusahaan didapatkan dengan bekerja mundur dari harga eceran untuk mendapatkan harga belinya. Gambar 9-12 menggambarkan cara kerja proses ini

2 komentar:

  1. trm kasih atas ilmunya.. cman kl blh tw gmn menentukan bentuk kartu kontrol persediaan (mis: bulanan) untuk produk yg jumlahnya smp ratusan jenisnya agar lebh efisien..
    trm kasih.

    BalasHapus